0
Friday 22 February 2013 - 07:28
Hegemoni Global AS

Pembunuhan TNI di Papua, Nada Dering AS Buat Jakarta

Story Code : 241585
Separatis Papus
Separatis Papus

Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Al Habsy menilai penyerangan terhadap anggota TNI di Papua merupakan persoalan serius yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah pusat. Menurutnya peristiwa berdarah yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya pada Kamis ini menunjukkan kelompok separatis di Papua sudah mulai berani menunjukkan eksistensinya.

"Peristiwa kekerasan ini jika tidak segera diselesaikan akan menjadi preseden buruk yang bisa terjadi di daerah lain," kata Aboebakar Al Habsy di Jakarta, Kamis malam (21/2/2013).

Aboebakar berpendapat, peristiwa berdarah tersebut menunjukkan kelompok separatis di Papua sudah mulai berani menunjukkan eksistensinya. Maka pemerintah melalui Polri dan TNI harus sigap dan bertindak cepat untuk segera menyelesaikan persoalan itu.

Ia juga turut berduka cita atas gugurnya delapan prajurit TNI dalam peristiwa penyerangan itu. Mereka adalah putera terbaik bangsa yang mengabdi hingga titik darah penghabisan, ujarnya.

Dirinya juga meminta Kapolri untuk menurunkan Densus 88 ke Papua, karena menilai peristiwa penyerangan itu sebagai teror yang nyata terhadap kondisi keamanan Negara dan tidak bisa dianggap remeh.

Sementara itu, menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto di Jakarta, Kamis (21/2/2013) menyatakan, tertuduh utama dalam penyerangan di dua distrik Papua adalah kelompok pimpinan Goliat Tabuni dan kelompok bersenjata pimpinan Murib.

Dan menurut Djoko, kejadian itu tidak mencerminkan situasi Papua secara umum. Papua saat ini masih dalam situasi kondusif sehingga masyarakat dapat melaksanakan aktivitas sehari-harinya dengan aman dan lancar.

Dan, lagi-lagi Amerika selalu beruntung sebab Indonesia yang ramah tak pernah bersuara dan gagal menterjemahkan pesan AS lewat separatis Papua dan memantapkan pengaruhnya di kawasan Asia-Pasifik.

Sebuah nada dering yang pernah dinyalakan Bush Junior saat memulai operasi tempur mereka yang berdarah-darah di Irak dan Afghanistan untuk menjarah hasil bumi. Sebuah nada dering pilihan yang dijejalkan kepada Indonesia, pilih Freeport atau Papua merdeka!. [IT/sa]

West Papua Report

September 2011

This is the 89th in a series of monthly reports that focus on developments affecting Papuans. This series is produced by the non-profit West Papua Advocacy Team (WPAT) drawing on media accounts, other NGO assessments, and analysis and reporting from sources within West Papua. This report is co-published with the East Timor and Indonesia Action Network (ETAN). Back issues are posted online at  http://etan.org/issues/wpapua/default.ht… Questions regarding this report can be addressed to Edmund McWilliams at  edmcw at msn.com. If you wish to receive the report via e-mail, send a note to  etan at etan.org.

Twenty-six members of the U.S. House of Representatives appealed to Indonesian President Yudhoyono to release Papuan prisoner of conscience Filep Karma, noting concern that your government meet its fundamental obligations to protect the rights of its people, as respect for human rights strengthens democracy. The bipartisan letter call Karmas case an unfortunate echo of Indonesias pre-democratic era. Amnesty International, meanwhile, appealed for the release of another Papuan, Melkianus Bleskadit, imprisoned for peaceful dissent. The Indonesian government granted a three month remission to the sentence of Papuan political prisoner Buchtar Tabuni on the occasion of Indonesian independence day, who was then released. The leak of secret Special Forces (Kopassus) documents reveal systematic Kopassus surveillance and intimidation targeting Papuans and even international personnel seeking to document human rights concerns in West Papua. The documents label prominent international leaders including Nobel Peace Prize laureate Desmond Tutu and dozens of members of the U.S. Congress as supporters of separatism in West Papua. Human Rights Watch urged that in the wake of the documents revelations that the U.S. military cease all activities in cooperation with Indonesian military units in West Papua. Papuans leaders to convene a broad congress in October. Papuan leaders write U.S. Congress to call for peacekeepers. Church leaders and ordinary civilians have called for an end to Indonesian military intimidation in the Paniai District. The Indonesian military commander has ruled out negotiations with armed separatists in West Papua, indicating the extent to which the TNI calls the shots in West Papua. In an organizational statement WPAT has called for Papuans to be afforded the internationally recognized right to self-determination.

Silahkan rujuk kesini
www.etan.org/issues/wpapua/2011/1109wpap.htm


Comment