0
Tuesday 26 November 2024 - 14:46

Konferensi Tehran: Simbol Penjajahan dan Pelajaran untuk Kedaulatan Modern Iran

Story Code : 1174923
Konferensi Tehran: Simbol Penjajahan dan Pelajaran untuk Kedaulatan Modern Iran
Latar Belakang: Iran dalam Pusaran Perang Dunia II
Pada awal 1940-an, Iran secara resmi menyatakan netralitasnya dalam Perang Dunia II. Namun, lokasi strategis negara ini sebagai penghubung penting antara Timur Tengah, Asia, dan Uni Soviet membuatnya menjadi incaran Sekutu. Pada 1941, Iran diserang oleh pasukan Inggris dan Uni Soviet, yang menduduki wilayah utara dan selatan negara tersebut. Invasi ini dilakukan dengan dalih memastikan akses suplai logistik kepada Uni Soviet melalui Jalur Persia.

Reza Syah, pemimpin Iran saat itu, yang mencoba menyeimbangkan hubungan dengan kekuatan besar, diasingkan ke Afrika Selatan. Ia digantikan oleh putranya, Mohammad Reza Pahlavi, yang masih muda dan kurang memiliki pengalaman diplomatik untuk menghadapi intrik internasional.


Konferensi Tehran: Iran Sebagai Panggung Tanpa Suara
Pada November 1943, ketika Jerman mulai kalah di berbagai medan perang, Sekutu – yang terdiri dari AS, Uni Soviet, dan Inggris – memutuskan untuk bertemu di Tehran guna merencanakan strategi akhir perang. Pemilihan Tehran sebagai lokasi pertemuan adalah usulan Stalin, mengingat kedekatannya dengan Uni Soviet.

Namun, yang mencolok adalah minimnya penghormatan terhadap Iran sebagai tuan rumah. Konferensi ini direncanakan tanpa konsultasi dengan pemerintah Iran, dan pihak berwenang Iran hanya diberitahu beberapa hari sebelumnya. Kedatangan para pemimpin – Franklin D. Roosevelt, Winston Churchill, dan Joseph Stalin – dilakukan dengan penjagaan pasukan asing mereka sendiri, mengesampingkan kedaulatan lokal.

Alih-alih mengunjungi istana Syah, mereka mengadakan pertemuan di Kedutaan Soviet, sementara Mohammad Reza Pahlavi harus datang sendiri untuk bertemu mereka. Bahkan, tuntutan Syah agar pengasingan ayahnya dipindahkan dari Mauritius ke lokasi yang lebih manusiawi hanya dikabulkan setelah negosiasi panjang.


Hasil Konferensi dan Dampaknya pada Iran
Konferensi Tehran menghasilkan sejumlah keputusan penting bagi Sekutu, termasuk pembukaan front kedua di Eropa Barat untuk mengalihkan tekanan dari Front Timur yang dipimpin Uni Soviet. Strategi ini memainkan peran besar dalam mempercepat kekalahan Nazi.

Bagi Iran, para pemimpin Sekutu mengeluarkan deklarasi yang menjanjikan penghormatan terhadap kemerdekaan dan integritas teritorial negara tersebut setelah perang. Mereka juga menjanjikan bantuan ekonomi untuk memperbaiki infrastruktur negara yang rusak akibat pendudukan.

Namun, janji tersebut sebagian besar dilanggar. Uni Soviet mendukung gerakan separatis di provinsi Azarbaijan dan Kordestan, sementara Inggris mempertahankan kendali atas ladang minyak di wilayah selatan Iran. Deklarasi tersebut lebih terlihat sebagai langkah formalitas daripada komitmen nyata terhadap kedaulatan Iran.


Syah dan Upaya Mengubah Narasi
Setelah konferensi selesai, Mohammad Reza Pahlavi mencoba mengubah narasi menjadi sesuatu yang menguntungkan dirinya. Ia memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin, meskipun kenyataannya ia tidak memiliki pengaruh besar selama konferensi. Upaya ini gagal mendapatkan dukungan rakyat, yang semakin kecewa dengan ketidakmampuan rezim untuk melindungi kedaulatan negara.

Beberapa dekade kemudian, dalam perayaan megah 2.500 tahun Kekaisaran Persia pada 1971, Shah mengundang para pemimpin besar dunia, termasuk AS dan Uni Soviet. Namun, tidak ada satu pun yang hadir, menunjukkan betapa kecilnya posisi Iran dalam percaturan geopolitik saat itu.


Pelajaran dari Sejarah: Bangkitnya Kedaulatan Iran Modern
Konferensi Tehran menjadi simbol bagaimana kelemahan diplomasi dan ketergantungan pada kekuatan asing dapat menghancurkan integritas nasional. Selama Perang Dunia II, sekitar 3 hingga 4 juta rakyat Iran meninggal akibat kelaparan dan kekacauan yang disebabkan oleh pendudukan Sekutu.

Namun, pengalaman ini meninggalkan pelajaran penting bagi kepemimpinan pasca-Revolusi Islam 1979. Di bawah Ayatullah Khamenei, Iran telah memprioritaskan penguatan pertahanan nasional, membangun industri militer domestik yang menghasilkan rudal, drone, dan senjata canggih. Iran juga menjalin aliansi strategis di kawasan, menjadikannya salah satu kekuatan utama di Timur Tengah.

Sebagaimana dikatakan oleh Ayatullah Khamenei, “Ketika sebuah negara tidak mampu membela dirinya sendiri, maka ia akan menjadi korban ambisi kekuatan asing.”


Kedaulatan sebagai Pilar Utama
Konferensi Tehran bukan hanya episode sejarah, tetapi juga pengingat abadi tentang pentingnya kedaulatan. Dalam dunia modern yang penuh intrik geopolitik, kekuatan nasional – baik dalam bentuk militer, diplomasi, maupun ekonomi – adalah satu-satunya jaminan untuk mempertahankan kemerdekaan. Iran telah belajar dari masa lalunya, dan hari ini berdiri sebagai contoh bagaimana sebuah bangsa dapat bangkit dari penghinaan untuk mengklaim tempatnya di panggung dunia. [IT/MT]
Comment