Netanyahu Mengaku Bertanggung Jawab atas Serangan Ledakan Pager
Story Code : 1171905
Pada tanggal 17 September, ribuan pager, yang sebagian besar digunakan oleh militan Hizbullah, meledak secara serentak di Lebanon dan sebagian wilayah Suriah.
Keesokan harinya, ratusan walkie-talkie meledak dalam gelombang ledakan serupa. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 42 orang, termasuk 12 warga sipil – dan melukai lebih dari 3.500 orang termasuk wanita dan anak-anak.
Serangan tersebut secara luas dikaitkan dengan badan mata-mata Zionis Israel Mossad dan dipandang sebagai serangan pendahuluan, setelah itu Zionis Israel mengintensifkan serangannya terhadap Lebanon, yang akhirnya menewaskan pemimpin lama Hizbullah, Hassan Nasrallah, dalam serangan pada tanggal 27 September di Beirut.
“Operasi pager dan pemusnahan Nasrallah dilakukan meskipun ada penentangan dari pejabat senior di lembaga pertahanan dan mereka yang bertanggung jawab atas operasi tersebut di eselon politik,” kata Netanyahu dalam rapat kabinet mingguan hari Minggu (10/11), menurut laporan media Zionis Israel.
Juru bicaranya, Omer Dostri, mengakui bahwa perdana menteri memang “mengonfirmasi hari Minggu bahwa ia menyetujui operasi pager di Lebanon” ketika dihubungi AFP dan CNN untuk dimintai komentar.
Tidak jelas siapa yang menentang operasi tersebut, tetapi awal minggu ini Netanyahu memecat Menteri Pertahanan Yoav Gallant, menuduhnya melakukan “pelanggaran kepercayaan” dan mengutip “kesenjangan yang signifikan” antara posisi mereka masing-masing dalam perang melawan Hamas dan Hizbullah.
Zionis Israel melancarkan perangnya dengan Hamas, dan kemudian Hizbullah, setelah kelompok militan Palestina menyerang Zionis Israel selatan pada 7 Oktober tahun lalu, menewaskan sekitar 1.100 orang dan menyandera lebih dari 200 orang lainnya di Gaza.
Pembalasan militer besar-besaran oleh Zionis Israel telah menewaskan sekitar 43.500 jiwa di daerah kantong itu, menurut kementerian kesehatan Gaza.
Di Lebanon, serangan Zionis Israel telah menewaskan lebih dari 3.100 orang dan melukai 13.000 lainnya, menurut para pejabat.
Kedua operasi militer tersebut masih berlangsung, meskipun ada tekanan internasional terhadap Israel untuk menghentikan pertumpahan darah dan merundingkan resolusi krisis tersebut.
Hingga saat ini, Zionis Israel menahan diri untuk tidak mengklaim bertanggung jawab atas serangan pager tersebut, dan sekutu-sekutunya telah membantah mengetahui hal tersebut.
Skema tersebut menuai kecaman internasional, dengan Komisaris Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk melabelinya sebagai tindakan "mengejutkan" dan "tidak dapat diterima" yang melanggar hukum hak asasi manusia.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan kepada Majelis Umum PBB pada bulan September bahwa "tidak ada pembenaran atas tindakan terorisme" yang dilakukan terhadap warga Zionis Israel pada tanggal 7 Oktober tahun lalu, tetapi menekankan bahwa "siapa pun yang masih memiliki rasa iba marah dengan kenyataan bahwa tragedi Oktober tersebut digunakan untuk hukuman kolektif massal."
“Contoh mencolok lain dari metode teroris sebagai sarana mencapai tujuan politik adalah serangan tidak manusiawi terhadap Lebanon yang mengubah teknologi sipil menjadi senjata mematikan,” kata Lavrov, menyerukan penyelidikan internasional segera. [IT/r]