Israel Mendakwa Dua Pemukim atas Dugaan Mata-mata untuk Hizbullah
Story Code : 1179860
Kantor Kejaksaan Zionis Israel mengajukan dakwaan terhadap pasangan tersebut, yang diduga melakukan kontak dengan para operator dari kelompok Lebanon dan mengirim artikel berita tentang situasi keamanan di Zionis Israel.
Menurut dakwaan tersebut, Abd al-Salam Qawasameh dan Taar Asili melakukan kontak melalui grup WhatsApp dengan seorang operator Hizbullah.
Pasangan tersebut juga diduga diminta untuk berbicara dengan seorang perwira intelijen senior Hizbullah. Mereka sekarang didakwa dengan "kontak dengan agen asing" dan meneruskan informasi kepada musuh.
Qawasameh juga dikenai pelanggaran senjata setelah ia mengambil foto dengan senapan serbu milik seorang pria bersenjata Palestina selama kunjungan ke kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki.
Mereka juga dituduh mengirim foto dan video dari Caesarea, tempat tinggal pribadi Perdana Menteri rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu.
Qawasameh mengirim foto-foto dari kota pesisir Caesarea kepada pengurus Hezbollah dan Asili mengiriminya artikel berita tentang Zionis Israel dan situasi keamanan, demikian isi dakwaan. Jaksa penuntut telah meminta pengadilan distrik di al-Quds yang diduduki untuk menahan mereka hingga proses hukum berakhir.
Bulan lalu, media Zionis Israel melaporkan bahwa Shin Bet menangkap beberapa tersangka di kantor Netanyahu atas tuduhan membocorkan informasi yang sangat rahasia terkait perang genosida di Gaza.
Beberapa tersangka ditangkap terkait kebocoran dokumen rahasia dari kantor perdana menteri (PMO).
Sebuah laporan dari Ynet saat itu menyatakan bahwa salah satu dari mereka yang ditangkap adalah seorang juru bicara yang bekerja dengan PMO.
Pada bulan Oktober, jaksa penuntut Zionis Israel mengatakan bahwa pihak berwenang telah menangkap tujuh pemukim Yahudi dari bagian utara wilayah pendudukan atas tuduhan melaksanakan tugas untuk Iran dan mengumpulkan informasi tentang instalasi strategis rezim tersebut.
Hizbullah telah menanggapi agresi Israel terhadap Lebanon dengan ratusan serangan balasan yang berhasil terhadap berbagai target militer yang sensitif dan strategis di seluruh wilayah yang diduduki.
Gerakan perlawanan Lebanon mengumumkan bahwa 100 tentara Israel telah tewas dan lebih dari seribu lainnya terluka selama serangan tersebut.
Kelompok perlawanan regional mengatakan gencatan senjata yang akhirnya dicapai Israel dengan Hizbullah telah menghancurkan "ilusi" Netanyahu untuk membentuk kembali Asia Barat dengan kekerasan.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati baru-baru ini mengecam Zionis Israel atas pelanggaran hariannya terhadap perjanjian gencatan senjata 60 hari, dengan menegaskan bahwa rezim tersebut tidak memenuhi kewajibannya.[IT/r]