'Israel' Akan Merekrut 50% Pria Ultra-Ortodoks ke dalam Dinas Militer
Story Code : 1178928
Zionis "Israel" berencana untuk merekrut sekitar 50% pria Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam dinas militer dalam waktu tujuh tahun berdasarkan rancangan undang-undang baru, Menteri Keamanan Israel Katz mengumumkan pada hari Senin (16/12).
Undang-undang yang diusulkan, yang mencakup hukuman bagi yang tidak mematuhinya, menandai perubahan signifikan dalam perdebatan selama puluhan tahun mengenai pengecualian militer bagi komunitas ultra-Ortodoks.
Pedoman baru untuk wajib militer
Katz menyampaikan rancangan undang-undang tersebut kepada Komite Urusan Luar Negeri dan Keamanan parlemen, yang menguraikan strategi untuk mengintegrasikan pria ultra-Ortodoks ke dalam Pasukan Pendudukan Israel (IOF).
"Rencananya adalah untuk merekrut sekitar 50% pria Ortodoks," kata Katz, menurut penyiar Zionis Israel Kan.
Undang-undang tersebut akan memberikan sanksi kepada yeshiva [sekolah agama] yang siswanya gagal mendaftar dan kepada individu yang mengabaikan pemberitahuan pendaftaran atau gagal melapor ke pendaftaran militer.
Intervensi Mahkamah Agung
Undang-undang tersebut mengikuti putusan penting tahun 2017 oleh Mahkamah Agung Zionis "Israel", yang membatalkan pengecualian militer yang sudah lama berlaku bagi siswa yeshiva ultra-Ortodoks, dengan alasan pelanggaran kesetaraan.
Selama beberapa dekade, pria ultra-Ortodoks yang belajar di yeshiva dibebaskan dari wajib militer Zionis "Israel", sebuah kebijakan yang telah memicu kebencian di antara orang Zionis Israel "sekuler" yang berpendapat bahwa kebijakan tersebut memberikan beban yang tidak adil kepada masyarakat lainnya.
Pada bulan Juni 2024, Mahkamah Agung memerintahkan pimpinan untuk mulai merekrut pria ultra-Ortodoks ke dalam IOF, yang memberikan tekanan kepada anggota parlemen untuk menerapkan langkah-langkah yang memastikan kontribusi yang sama terhadap dinas nasional.
Penundaan selama bertahun-tahun
Sejak putusan tahun 2017, para pemimpin Zionis Israel berturut-turut telah menunda penerapan perubahan tersebut, dengan alasan kepekaan politik dan pertentangan dari para pemimpin ultra-Ortodoks. Komunitas ultra-Ortodoks, yang merupakan sekitar 13% dari populasi Zionis "Israel", secara tradisional menolak wajib militer, dengan alasan bahwa dinas militer akan mengganggu studi agama dan cara hidup mereka.
Rancangan undang-undang baru tersebut diperkirakan akan menghadapi reaksi keras dari partai-partai politik ultra-Ortodoks, yang memiliki pengaruh signifikan dalam pemerintahan koalisi Zionis "Israel".
Usulan tersebut telah memicu perdebatan sengit, dengan orang-orang Zionis Israel yang "sekuler" mendukung langkah tersebut sebagai langkah yang telah lama tertunda menuju keadilan dan para pemimpin ultra-Ortodoks menentangnya sebagai serangan terhadap kebebasan beragama mereka.
Garis waktu pelaksanaan
Menurut portal berita Israel Ynet, pendudukan tersebut bertujuan untuk mencapai target wajib militer sebesar 50% pada tahun 2031.
Sementara itu, baik arena publik maupun politik bersiap untuk perdebatan sengit mengenai isu kontroversial ini, yang memiliki implikasi bagi masyarakat, politik, dan militer Zionis Israel.[IT/r]