Tudingan itu disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Zhang Hanhui saat menggelar konferensi pers terkait kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Rusia pekan depan.
"Kami melawan perang dagang, tapi kami tidak takut. Hasutan yang terencana dari perang dagang ini jelas terorisme ekonomi, chauvinisme ekonomi dan intimidasi ekonomi," katanya.
Ia menegaskan, "Tidak ada pemenang dalam perang dagang."
Ketegangan antara dua negara meningkat seiring keputusan Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif atas barang-barang China bulan ini. Ia juga memasukkan perusahaan telekomunikasi asal China, Huawei ke dalam daftar hitam dan memberlakukan tarif impor.
China kemudian melawan dengan menaikkan tarifnya sendiri, meski sadar konfliknya dengan AS bisa berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi global.
Kunjungan Xi Jinping ke Rusia, lanjut Hanhui, salah satunya untuk menguatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan, sebab kedua negara punya kesamaan pandangan soal perang dagang.
"[Itu] termasuk kerja sama dalam berbagai bidang seperti ekonomin dan investasi," lanjut Hanhui, seperti dikutip dari kantor berita AFP.
Diketahui, Trump memberlakukan tarif impor Tiongkok senilai US$200 miliar dan memulai proses pengenaan tarif terhadap barang-barang China senilai US$300 miliar.
Pembicaraan untuk mengakhiri sengketa perdagangan antara kedua negara runtuh awal bulan ini, dengan kebuntuan negosiasi antara kedua belah pihak. AS menuntut agar China mengubah kebijakannya untuk mengatasi sejumlah keluhan utama AS, termasuk pencurian kekayaan intelektual dan subsidi untuk perusahaan negara. [IT/CNN Indonesia]