Laporan: Lebih dari 11.800 Orang Ditahan di Tepi Barat Sejak Oktober 2023
Story Code : 1174685
Organisasi tahanan Palestina telah merilis laporan terperinci yang mengungkap skala penangkapan dan pelanggaran hak asasi yang mengkhawatirkan yang dilakukan oleh pasukan Zionis Israel di Tepi Barat dan al-Quds yang diduduki sejak 7 Oktober 2023.
Temuan tersebut menggambarkan gambaran yang mengerikan tentang penahanan yang meluas, penindasan yang kejam, dan pelanggaran sistemik yang menargetkan warga Palestina.
Sejak dimulainya perang di Gaza, lebih dari 11.800 warga Palestina telah ditangkap di Tepi Barat dan al-Quds yang diduduki. Di antara mereka terdapat 435 wanita, termasuk beberapa dari Gaza dan wilayah yang diduduki pada tahun 1948, dan 775 anak-anak.
Wartawan juga menjadi sasaran berat, dengan 136 penangkapan dilaporkan. Dari jumlah tersebut, 59 jurnalis masih ditahan, termasuk enam wanita dan 32 warga Palestina dari Gaza. Meskipun angka-angka ini mengejutkan, angka-angka tersebut tidak mencakup data dari Gaza sendiri, tempat otoritas Zionis Israel menyembunyikan informasi terperinci.
Laporan memperkirakan bahwa sekitar 4.500 warga Palestina telah ditangkap di Gaza selama periode yang sama.
Penangkapan massal
Penangkapan massal ini disertai dengan lonjakan perintah penahanan administratif, dengan lebih dari 10.000 perintah dikeluarkan sejak Oktober 2023.
Penahanan administratif, praktik kontroversial yang memungkinkan individu ditahan tanpa dakwaan atau pengadilan, telah diterapkan pada wanita dan anak-anak, yang memicu kecaman luas dari para pembela hak asasi manusia.
Kampanye penahanan dilaporkan ditandai dengan pelanggaran berat, termasuk kekerasan fisik, penghinaan, dan ancaman yang ditujukan kepada tahanan dan keluarga mereka. Dalam banyak kasus, rumah tahanan dirusak, barang-barang berharga seperti kendaraan dan uang disita, dan infrastruktur di kamp-kamp pengungsi, khususnya di Jenin dan Tulkarem, dihancurkan secara sistematis.
Ada juga tuduhan eksekusi lapangan yang dilakukan oleh pasukan Zionis Israel, yang menambah kebrutalan operasi ini.
Menolak Keadilan
Laporan tersebut menyoroti jumlah korban yang mengerikan pada tahanan, dengan 45 warga Palestina meninggal di penjara Israel dan kamp konsentrasi sejak Oktober 2023. Di antara mereka ada 27 tahanan dari Gaza, meskipun identitas dan penyebab kematian mereka masih dirahasiakan.
Selain itu, jenazah 43 tahanan telah ditahan oleh otoritas Israel, yang memperburuk penderitaan yang dihadapi oleh keluarga yang mencari penyelesaian.
Saat ini, 10.200 warga Palestina ditahan di penjara Israel, peningkatan dramatis dari total sebelum genosida sebanyak 5.250. Di antara mereka yang ditahan ada 3.443 orang yang berada di bawah penahanan administratif, termasuk 100 anak-anak dan 32 wanita.
Di Penjara Damon saja, 96 wanita ditahan, empat di antaranya berasal dari Gaza.
Laporan menunjukkan bahwa 270 anak juga ditahan di sel isolasi, yang semakin menggarisbawahi kondisi yang semakin memburuk yang dihadapi oleh para tahanan.
Kelompok advokasi tahanan Palestina, termasuk Komisi Urusan Tahanan, Klub Tahanan Masyarakat Palestina, dan Asosiasi Addameer untuk Hak Asasi Manusia, telah mengutuk tindakan ini sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.
Sementara itu, kritik telah meningkat menyusul perubahan kebijakan rezim Israel baru-baru ini, yang mengecualikan pemukim Israel dari penahanan administratif sambil terus menerapkan praktik ini kepada warga Palestina, termasuk anak-anak dan wanita, tanpa dakwaan atau pengadilan.
Kebijakan Rasis
Pada hari Jumat (22/11), kepala Komisi Urusan Tahanan Qaddura Fares mengeluarkan pernyataan yang mengkritik keputusan terbaru rezim Israel untuk membatalkan kebijakan penahanan administratif bagi pemukim Israel.
"Israel adalah negara rasis fasis, yang didirikan atas dasar kebencian dan kejahatan terorganisasi, yang mengancam nilai-nilai kemanusiaan dan sosial dengan kebijakan-kebijakannya yang ekstremis. Keheningan dunia terhadap pembunuhan dan penghancuran rakyat Palestina, serta penyiksaan dan penganiayaan terhadap para tahanannya pada akhirnya akan berhadapan dengan rezim geng-geng Zionis yang mengancam stabilitas global dan manusia," kata Fares.
Fares mengkritik Menteri Keamanan Zionis Israel, Israel Katz, karena menghapus "pembatasan simbolis" yang diberlakukan kepada para pemukim melalui penahanan administratif.
Keputusan ini, yang dibenarkan dengan alasan melindungi permukiman dari dugaan ancaman Palestina, didukung oleh tokoh-tokoh fasis Israel seperti Menteri Itamar Ben-Gvir, yang menggambarkannya sebagai "koreksi ketidakadilan," dan Wakil Abraham Boroun, yang memujinya sebagai tindakan "dukungan bagi para pemukim." [IT/r]