0
Friday 19 July 2024 - 22:10
Gejolak Palestina:

Hamas dan Jihad Islam Mendesak PLO untuk Mencabut Pengakuan terhadap Israel

Story Code : 1148588
Ismail Haniyeh, head of the Hamas political bureau, (R) and the Secretary-General of the Islamic Jihad Ziyad al-Nakhaleh meet in the Qatari capital Doha
Ismail Haniyeh, head of the Hamas political bureau, (R) and the Secretary-General of the Islamic Jihad Ziyad al-Nakhaleh meet in the Qatari capital Doha
Permohonan tersebut disampaikan dalam pertemuan dengan Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, di ibu kota Qatar, Doha, pada hari Kamis (18/7).

Sekretaris Jenderal Ziyad al-Nakhaleh juga memimpin delegasi Jihad Islam.

“Para pemimpin memandang bahwa, mengingat pernyataan Knesset yang menolak hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka, kolektif nasional saat ini diharuskan mengambil sikap bersatu untuk menghadapi upaya menghapus perjuangan Palestina,” kata mereka dalam sebuah pernyataan bersama.

Parlemen Zionis Israel pada hari Rabu (16/7) mengeluarkan resolusi yang menolak pembentukan negara Palestina. Pemungutan suara tersebut dilakukan sebelum kunjungan Perdana Menteri Zionis Israel Benjamin Netanyahu ke AS untuk berpidato di sesi gabungan Kongres dan bertemu dengan Presiden Joe Biden.

Biden mendukung apa yang disebut sebagai solusi dua negara terhadap konflik Zionis Israel-Palestina.

Politisi terkemuka Palestina Mustafa Barghouti, sekretaris jenderal Inisiatif Nasional Palestina, juga mengecam resolusi tersebut.

“Tidak ada partai Zionis baik dari pemerintah maupun oposisi yang memberikan suara menentang resolusi tersebut,” tulisnya di X.

“Resolusi ini mewakili penolakan perdamaian dengan Palestina dan deklarasi resmi berakhirnya perjanjian Oslo.”

Perjanjian Oslo pertama kali ditandatangani antara PLO dan Zionis Israel pada tahun 1993. Perjanjian tersebut menyerukan negara Palestina yang kuat dan berdaulat. Namun Zionis Israel terus mengadopsi kebijakan seperti membangun permukiman di tanah Palestina di Tepi Barat yang diduduki.

Pada Juni 2024, Negara Palestina diakui sebagai negara berdaulat oleh 145 dari 193 negara anggota PBB – atau lebih dari 75% dari seluruh anggota PBB.

Di bagian lain pernyataannya, gerakan perlawanan Palestina mengatakan Operasi Badai Al-Aqsa menghasilkan realitas baru dalam perjuangan melawan Israel.

“Kedua delegasi menekankan bahwa Operasi Badai al-Aqsa merupakan pencapaian nasional yang strategis dan menciptakan realitas baru dalam perjuangan melawan pendudukan yang harus dibangun dan diakumulasikan dalam fase mendatang.”

“Kedua delegasi berhenti sejenak untuk merenungkan ketabahan heroik rakyat Palestina dalam menghadapi meningkatnya pembantaian berdarah yang dilakukan oleh pendudukan, penghancuran sistematis yang dilakukan di Jalur Gaza, dan upaya untuk menghancurkan seluruh komponen kehidupan manusia.”[IT/r]
Comment