Tuan Rumah, Saudi, Menyampaikan Kekhawatiran Atas Dampak Ekonomi Perang Gaza pada Pertemuan Puncak Global
Story Code : 1131804
Berbicara dalam diskusi panel pada pertemuan khusus Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang berlangsung selama dua hari di Riyadh pada hari Minggu (28/4), Menteri Keuangan Saudi Mohammed al-Jadaan menyatakan keprihatinan tentang dampak ekonomi dari perang Gaza, konflik di Ukraina, dan ketegangan global lainnya.
“Kawasan ini membutuhkan stabilitas,” kata Jadaan, seraya menambahkan, “Saya pikir negara-negara, para pemimpin, dan masyarakat yang berkepala dingin harus menang, dan Anda perlu memastikan bahwa Anda benar-benar melakukan deeskalasi.”
Para pemimpin dari 12 negara dan lebih dari 1.000 peserta dari Asia Barat dan Eropa diundang untuk menghadiri forum tersebut. Diantaranya adalah menteri luar negeri dan perdana menteri dari Perancis, Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Uni Eropa, Qatar, Yordania, Mesir, dan Irak, sebagaimana tercantum dalam siaran pers WEF.
Presiden WEF Borge Brende, dalam konferensi pers pada hari Sabtu (27/4), mengumumkan bahwa pembicaraan tersebut akan fokus pada krisis kemanusiaan saat ini di Gaza dan juga akan mencakup masalah-masalah regional pada pertemuan yang diperkirakan akan menjadi pertemuan yang sangat signifikan.
Brende mencatat bahwa KTT mendatang tidak akan menyertakan partisipasi Zionis Israel dan juga menyediakan platform untuk diskusi terstruktur di antara para pemain kunci yang terlibat.
Ia juga menyebutkan, mediasi formal antara Qatar dan Mesir berlangsung di lokasi terpisah.
Menteri Perencanaan Saudi Faisal al-Ibrahim juga menekankan keseimbangan antara keamanan dan kemakmuran yang sedang dihadapi dunia saat ini. Berbicara pada konferensi pers pada hari Sabtu menjelang KTT, beliau memperingatkan bahwa satu kesalahan penilaian, salah perhitungan, atau miskomunikasi dapat memperburuk tantangan yang ada.
Arab Saudi khawatir bahwa perang yang sedang berlangsung di Gaza dan kemungkinan perang regional yang lebih luas dapat menghambat kemajuan rencana Visi 2030 yang ambisius.
Sementara itu, sebuah pesawat pribadi, yang sebelumnya digunakan oleh pejabat agen mata-mata Mossad rezim Israel berangkat dari Bandara Ben Gurion di wilayah pendudukan pada hari Sabtu dan mendarat di Arab Saudi.
Pesawat tersebut diduga membawa pejabat tinggi Zionis Israel, yang akan melanjutkan pembicaraan mengenai potensi normalisasi hubungan antara Riyadh dan rezim Tel Aviv, meskipun perang sedang berlangsung di Gaza yang telah mengakibatkan kematian lebih dari 34.388 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Hal ini terjadi pada awal bulan Februari, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi telah secara terbuka mengumumkan bahwa kerajaan tersebut tidak akan memulai hubungan diplomatik dengan Israel sebelum pembentukan negara Palestina merdeka, gencatan senjata permanen di Jalur Gaza, dan penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah yang terkepung. [IT/r]