0
Monday 15 October 2012 - 04:11
Pergolakan Timur Tengah dan Afrika

Analisis Pergolakan di Timur Tengah dan Afrika Utara

Story Code : 203668
Israel sumber pergolakan dunia
Israel sumber pergolakan dunia

Pengantar
Pada akhir 2010 hingga akhir tahun 2012 ini terjadi gelombang protes dan demonstrasi di sejumlah negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Percikan pertama dari rangkaian perubahan ini terjadi pada 17 Desember 2010 saat seorang pemuda Tunisia bernama Muhammad Buazizi (26) yang terhina oleh kekejian aparat pemerintah membakar dirinya di depan kantor pemerintah daerah Sidi Bouzid. Keesokan harinya, kota Sidi Bouzid menyaksikan demonstrasi besar-besaran. Aparat merepresi para demonstran yang berakibat pada kerusuhan yang meluas. Daerah-daerah lain di Tunisia pun kemudian ikut bangkit dan menyatakan solidaritas. Tak lama berlalu, seluruh Tunisia bergolak dan pada 14 Januari 2011, Presiden Zainal Abidin Ben Ali yang telah berkuasa hampir 25 tahun pun melarikan diri ke Arab Saudi. Pergolakan Tunisia ini lantas mewabah ke daerah sekitarnya, yakni Mesir dan Libya, dan ke seluruh penjuru Timur Tengah. Gelombang pergolakan inilah yang disebut dengan Arab Spring (Musim Semi Arab) atau Revolusi Arab.

Pergolakan yang membentang dalam wilayah geografis sangat luas ini tentu saja memiliki latarbelakang, pemicu, pola, karakter, dampak, dan kerangka yang berbeda-beda. Sejumlah analisis memilah antara pergolakan yang autentik, lahir dari aspirasi rakyat domestik dan pergolakan yang disponsori dan dipicu oleh kepentingan asing. Sejauh ini kita juga dapat menemukan tiga kelompok pengamat yang meletakkan rangkaian pergolakan ini dalam tiga tema besar: pergolakan demi “sekerat roti”; tuntutan pada kebebasan, penegakan HAM dan demokrasi; dan terakhir, kebangkitan Islam (Islamic Awakening). Tentu tiga tema ini tidak selalu berarti saling berhadap-hadapan, melainkan justru kerap saling mendukung dan melengkapi.

Bagaimanapun, lantaran apa yang disebut sebagai Arab Spring ini merupakan proses yang masih berlangsung, maka belum ada kesimpulan apapun yang dapat diambil. Kerangka yang utuh untuk memaknai seluruh pergolakan ini pun belum bisa ditampikan. Apa yang terungkap dalam analisis sejauh ini hanyalah gambaran samar yang didukung oleh data yang tidak lengkap dan fakta yang terus berubah dab berkembang, sehingga memiliki tingkat keandalan dan keajekan yang rendah.

Latarbelakang dan Pemicu
Seperti telah disebutkan di atas, latarbelakang dan pemicu awal tiap-tiap pergolakan di berbagai negara Timur Tengah dan Afrika Utara ini sebenarnya berbeda-beda. Namun demikian, di semua negara yang mengalami pergolakan itu kita dapat menyaksikan beberapa fenomena umum: represi, kediktatoran, pelanggaran HAM, korupsi, buntunya artikulasi dan partisipasi politik, tiadanya demokrasi dan sebagainya. Di beberapa negara seperti Tunisia, Mesir, Yaman, Aljazair, dan mungkin Maroko, isu kesejahteraan lebih dominan daripada isu-isu politik dan kebebasan dalam memantik pergolakan. Namun, di beberapa negara lain, khususnya yang berada di wilayah Teluk Persia, seperti Bahrain, Arab Saudi dan kemudian Yordania dan Libya, pemicunya lebih didominasi persoalan politik dan terampasnya hak-hak sipil. Perbedaan latarbelakang dan pemicu awal ini terjadi karena perbedaan standar kesejahteraan di tiap-tiap negara yang menyaksikan gelombang protes tersebut. Dalam konteks ini, kasus Suriah jauh lebih kompleks, yakni pertarungan geopolitik dengan para pemain regional dan global.

Marilah kita ambil Libya dan Bahrain sebagai dua contoh. Philips’ Modern School Atlas, 1987, 1983 GNP menunjukkan bahwa sejak 1980-an Libya telah menjadi salah satu negara terkaya di dunia; GDP per capita-nya lebih tinggi dari Italia, Singapura, Korsel, Spanyol dan Selandia Baru. Di samping itu, The World Factbook (2006) dalam artikel “Economy – Libya” menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan absolut maupun kemiskinan relatif cukup rendah. Bahkan, sejak dicabutnya embargo ekonomi pada Libya tahun 2003, terjadi kemajuan ekonomi yang pesat di negara ini. Keadaan hampir serupa terjadi pula di Bahrain.

Oleh karena itu, pergolakan massif di Libya dan Bahrain, meski memiliki pola gerakan yang sangat berbeda, lebih didominasi oleh tuntutan terhadap hak-hak sipil dan politik ketimbang soal perut dan sekerat roti. Di Bahrain, misalnya, diskriminasi sektarian dan rasisme menjadi pemicu utama gelombang protes yang terjadi sejak beberapa puluh tahun silam. Mayoritas rakyat Bahrain yang bermazhab Syiah merasa diperlakukan tak adil oleh rezim Al Khalifa. Sejak 10 tahun terakhir, rezim menaturalisasi ratusan ribu warga asal India, Pakistan dan Bangladesh untuk mengimbangi populasi Syiah, dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Karakter dan Pola Gerakan
Gelombang protes yang terjadi di berbagai negara Timur Tengah dan Afrika Utara ini memiliki karakter gerakan yang berbeda-beda. Dimulai dengan aksi jalanan yang bersifat damai, hingga pemberontakan bersenjata. Perbedaan karakter gerakan ini juga menunjukkan perbedaan reaksi rezim dan tingkat keterlibatan asing yang berbeda. Kasus paling jelas dapat kita lihat pada Libya dan Yaman. Di Libya kita menyaksikan pertempuran militer yang sesungguhnya antara brigade dan milisi pro Khaddafi dan kelompok-kelompok perlawanan. Padahal, Libya relatif bebas dari senjata, sangat berbeda dengan Yaman yang dipenuhi oleh senjata. Namun, anehnya, rakyat Yaman yang bersenjata itu berhasil menahan diri dari perang sipil yang dapat menelan ratusan ribu korban sebagaimana kasus Libya.

Mungkin kita dapat membuat semacam skala karakter gerakan dari yang paling damai (seperti Bahrain) sampai yang paling berdarah (Libya). Tentu ada pergolakan lain yang berpotensi mengalami situasi serupa dengan Libya atau lebih buruk, yakni Yaman dan Syria, dengan alasan yang berbeda-beda. Yaman berpotensi menjadi berdarah karena tersebarnya senjata di tangan rakyat secara massif, sementara Syria berpotensi jatuh pada perang saudara karena banyaknya pluralitas etnis, sekte dan agama di sana.

Secara umum, Arab Spring ditandai dengan pola aksi pawai massal menuju lapangan di pusat kota (maydan) sambil membawa spanduk dan meneriakkan yel-yel. Di Mesir, misalnya, Medan Tahrir menjadi pusat dan simbol gerakan; sementara di Bahrain, massa berkumpul di Bundaran Mutiara sebelum diruntuhkan oleh rezim. Selain itu, kecuali di Bahrain, semua pawai massal dilangsungkan pada hari Jum’at sebelum shalat Jum’at bersama dan diakhiri dengan berjalan pulang menyusuri jalan-jalan protokol. Di Bahrain, anehnya, mungkin lantaran sensitivitas sektarian yang muncul, pawai tidak selalu dilakukan di hari Jum’at tapi ditentukan beberapa hari sebelumnya.

Hal menarik lain dalam konteks Arab Spring ini adalah penggunaan media sosial seperti facebook, twitter, youtube dan sebagainya sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi yang efektif. Inilah mungkin untuk pertama kalinya dalam sejarah media massa muncul penggunaan media sosial dalam pergerakan sosial politik secara efektif dan langsung.

Kerangka dan Tema Gerakan
Seperti kita ketahui, para analis berselisih dalam memberi tema atau kerangka terhadap serangkaian gerakan ini. Sebagian menyebutnya sebagai gerakan untuk menuntut perbaikan tingkat kesejahteraan ekonomi, seperti yang dapat terlihat dalam konteks Tunisia. Di Tunisia, Buazizi melakukan aksi protesnya karena merasa terhina tak memiliki pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarganya, padahal dia adalah seorang sarjana. Sebagian analis melihat faktor ekonomi semata-mata tak mungkin menghasilkan ledakan amarah sebesar yang ada. Bagi mereka, kekejaman rezim dalam merepresi para demonstran di satu sisi dan kebuntuan saluran komunikasi politik di sisi lain meningkatkan daya ledak gerakan ini hingga mencapai tuntutan menjatuhkan rezim.

Namun demikian, di sisi lain, ada sejumlah pengamat yang mencoba mengaitkan seluruh aksi protes ini dengan kebangkitan Islam secara umum. Bagi para pengamat ini, setidaknya ada tiga alasan di balik penyebutan gerakan Arab Spring ini dengan kebangkitan Islam: pertama, para motor utamanya yang berasal dari kelompok Islam yang selama ini ditindas; kedua, penggunaan simbol-simbol Islam dalam gerakan, baik pada tahap perjuangan hingga pasca kemenangan; dan ketiga, trend historis kebangkitan Islam yang dimulai pada awal abad lalu.

Prospek
Para analis umumnya sepakat bahwa rangkaian aksi protes dan gelombang perubahan ini akan mengubah wajah Timur Tengah dan Afrika Utara, baik dari sisi politik maupun ekonomi. Penetrasi gerakan ini ke negara-negara yang relatif lebih makmur seperti Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Emirat dan Qatar akan berlangsung lebih perlahan. Namun, jika kita lihat yang sudah terjadi sejauh ini, maka Bahrain akan menjadi pertaruhan. Bila rakyat Bahrain berhasil menumbangkan kerajaan, maka sangat mungkin wabah akan menjalar ke wilayah sekitarnya. Paling mungkin dimulai dari bagian Timur Arab Saudi yang tersambung secara langsung dengan Bahrain melalui suatu jembatan menuju Emirat, Kuwait, Qatar dan sebagainya.

Persoalannya, jika pergolakan sosial dalam skala besar terjadi di negara-negara pemasok utama energi dunia ini hingga menimbulkan instabilitas ekonomi dunia, maka kemungkinan besar dunia akan ikut terlibat langsung. Keterlibatan ini bisa berupa dukungan terhadap perubahan rezim atau, seperti yang dapat kita lihat dalam konteks Bahrain, berupa kooptasi terhadap gerakan yang terjadi. Dalam konteks Bahrain kita dapat dengan jelas melihat kekhawatiran Barat, terutama AS, atas dampak perubahan di negara itu terhadap konstelasi geopolitik kawasan Teluk secara umum. Oleh karena itu, liputan media terhadap aksi pergolakan di Bahrain ini sangat minim—untuk tidak menyatakan ditutup-tutupi.

Bagaimanapun, banyak analis percaya bahwa rangkaian gerakan ini bakal terus berlangsung. Kemenangan demi kemenangan akan memperkuat peluang perubahan di tempat-tempat lain yang seolah-olah belum tersentuh. Keterikatan dan keterhubungan yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sedemikian kuat sehingga perubahan di salah satu negara akan berdampak pada yang lainnya. Tentu tingkat perubahan di tiap-tiap negara bisa berbeda-beda; mulai dari yang paling radikal dan revolusioner hingga yang evolusioner dan superfisial. [Islam Times.com' target='_blank'>Islam Times/on/Beritaprotes]
Comment