0
Thursday 26 September 2024 - 16:19
Palestina vs Zionis Israel:

Standar Ganda dalam Liputan Media Barat tentang Warga Sipil "Israel" dengan Muslim, Palestina, dan Lebanon

Story Code : 1162569
The Double Standards in Western Media Coverage
The Double Standards in Western Media Coverage
Pemeriksaan media Barat mengungkap bias signifikan yang mencerminkan standar ganda yang meresahkan, terutama dalam penggambaran warga sipil Zionis Israel versus rekan-rekan mereka dari Palestina dan Lebanon.
 
Artikel ini membahas bagaimana bias ini terwujud dan peran yang dimainkan oleh ras dan agama dalam membentuk narasi ini.
 
Standar Ganda dalam Media Barat
Inti dari standar ganda di media Barat terletak pada kecenderungan yang meluas untuk menggambarkan Zionis "Israel" sebagai korban abadi, sementara membingkai warga Palestina dan Lebanon sebagai agresor.
 
Penggambaran seperti itu sering kali menyederhanakan kompleksitas konflik Zionis "Israel"-Palestina dan mengabaikan penderitaan mendalam yang dialami oleh warga sipil Palestina dan Lebanon.
 
Zionis “Israel”, sebuah “negara” yang mayoritas penduduknya Yahudi dan memiliki hubungan kuat dengan Barat, sering kali dibingkai sebagai korban terorisme, sementara warga Palestina, yang sebagian besar beragama Muslim, sering kali digambarkan sebagai militan atau ekstremis.
 
Akibatnya, narasi ini memaafkan tindakan Zionis “Israel”—bahkan ketika tindakan tersebut melibatkan pelanggaran hukum internasional yang jelas, seperti pembantaian ribuan warga Palestina dan Lebanon atau blokade Gaza.
 
Judul berita secara rutin menekankan korban jiwa “Israel” sambil mengecilkan, jika tidak sepenuhnya menghilangkan, hilangnya banyak nyawa warga Palestina.
 
Kelalaian ini termasuk kematian tragis anak-anak tak berdosa yang terperangkap dalam baku tembak. Lebih jauh, penggambaran media tentang “Israel” sebagai satu-satunya sekutu demokratis di Timur Tengah menimbulkan simpati, tetapi sering kali mengabaikan bagaimana Zionis “Israel” mengidentifikasi diri sebagai “negara Yahudi”, yang merendahkan warga negaranya yang non-Yahudi dan mereka yang keturunan Afrika ke status kelas dua.
 
Meskipun tidak semua media Barat menunjukkan bias—seperti Fox News, yang telah menghadapi kritik karena menyebarkan misinformasi dan Islamofobia—narasi yang berlaku umumnya merendahkan martabat warga Palestina dan Lebanon serta mengabadikan persepsi bahwa hidup mereka kurang berharga dibandingkan dengan hidup "warga Zionis Israel".
 
Peran Ras dan Politik dalam Liputan Media
Perang di Ukraina, yang telah mendominasi narasi media Barat sejak 2022, sangat kontras dengan persepsi korban perang berdasarkan ras dan kedekatan dengan Barat.
 
Konflik ini telah mendorong banyak orang Barat untuk melakukan refleksi diri mengenai bias mereka. Misalnya, seorang wanita Virginia, yang diwawancarai oleh NPR, mengungkapkan keterkejutannya atas reaksi emosionalnya terhadap penderitaan anak-anak Ukraina meskipun telah menyaksikan kematian banyak anak di Gaza.
 
Dia menyadari bahwa empatinya dipengaruhi oleh fakta bahwa korban Ukraina mirip dengan anak-anaknya sendiri—kulit putih, Eropa, dan familier.
 
Pengungkapan ini menggarisbawahi bagaimana ras dan keakraban budaya membentuk empati. Meskipun penderitaan adalah pengalaman universal, kemampuan untuk berempati sering kali dibentuk oleh lensa kesamaan yang dirasakan dan representasi media.
 
Korban yang berkulit putih, Barat, dan Kristen biasanya dianggap sebagai orang yang dapat diterima dan layak mendapatkan bantuan. Sebaliknya, ketika korbannya adalah Muslim, Lebanon, atau Palestina, penggambaran media sering kali menggambarkan mereka sebagai teroris atau agresor.
 
Penderitaan mereka dibingkai sebagai konsekuensi yang tak terelakkan dari konflik geopolitik yang lebih luas, bukan sebagai akibat dari pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan perang. Ketimpangan dalam respons emosional ini menyoroti bias rasial dan agama yang ada dalam liputan media dan mencerminkan prasangka sosial yang lebih dalam.
 
Lebih jauh lagi, media Barat dipengaruhi oleh agenda politik. Misalnya, setelah aktivis Iran Mahsa Amini meninggal dalam tahanan polisi, politisi Amerika dan Barat bersatu untuk hak-hak perempuan dan mengutuk penindasan pemerintah di Iran.
 
Namun, urgensi yang sama jarang diterapkan ketika ribuan anak-anak dan perempuan Palestina terbunuh dalam konflik. Politisi Amerika sering kali menegaskan kembali dukungan mereka terhadap hak "Israel" untuk membela diri, bahkan ketika tindakan tersebut mengakibatkan banyak korban sipil.
 
Hal ini menimbulkan pertanyaan yang meresahkan: jika membunuh ribuan warga sipil dianggap sebagai pembelaan diri, apa yang dianggap sebagai pelanggaran di mata politisi Amerika?
 
Kesimpulan Standar ganda dalam penggambaran media Barat tentang "orang Israel" versus Muslim, Palestina, dan Lebanon sudah mengakar kuat, didorong oleh campuran Islamofobia, bias rasial, dan keberpihakan politik. Narasi yang menyimpang ini tidak hanya memberikan informasi yang salah kepada publik tetapi juga melanggengkan stereotip yang berbahaya dan memperdalam perpecahan.
 
Dengan secara konsisten membingkai "Israel" sebagai korban dan meminimalkan penderitaan warga Palestina dan Lebanon, media Barat memperkuat narasi yang merendahkan martabat populasi ini sambil membenarkan tindakan "Israel". 
 
Perang di Ukraina semakin mengungkap bagaimana ras dan kedekatan membentuk empati di masyarakat Barat, dengan korban yang menyerupai khalayak Barat menerima lebih banyak belas kasih dan perhatian media. Kontras ini menyoroti kebutuhan mendesak akan pendekatan yang seimbang dan manusiawi untuk melaporkan konflik—yang mengakui nilai yang sama dari semua kehidupan, terlepas dari ras, agama, atau geografi.
 
Hanya dengan menghilangkan bias yang berbahaya ini, kita dapat berharap untuk secara positif membentuk kembali opini publik dan memengaruhi kebijakan global.[IT/r]
 
Comment