Kemlu Tegas Tolak Wacana Relokasi Sebagian Warga Gaza ke Indonesia, Ini Penyebabnya
Story Code : 1185962
Pejabat tim transisi pemerintahan Trump menyebut jika rencana ini merupakan bagian dari upaya rekonstruksi Gaza setelah agresi Israel berhenti. Indonesia disebut sebagai salah satu lokasi yang sedang dibahas dalam upaya pemindahan tersebut.
Namun, rencana ini mendapatkan reaksi keras dari warga Palestina dan Arab. Negara-negara kawasan mengkhawatirkan pemindahan paksa ini justru akan menyebabkan krisis pengungsi baru.
Relokasi tersebut seakan memaksa warga Gaza untuk angkat kaki dari tanah kelahirannya. Mereka juga takut jika tidak akan pernah bisa kembali ke Palestina jika direlokasi.
Lalu, bagaimana reaksi pemerintah Indonesia atas rencana relokasi paksa yang kontroversial itu?
RI tegas tolak wacana relokasi warga Gaza ke Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat vokal mendukung kemerdekaan Palestina. Di berbagai forum internasional, Indonesia tidak pernah bosan meminta dunia untuk mengakui kedaulatan Palestina secara utuh.
Menanggapi isu pemindahan warga Gaza ke Indonesia oleh pemerintahan Trump, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, menolak hal tersebut. Dalam sebuah rilis tertulis yang diberikan Kemlu pada Selasa (21/1/2025), pemerintah Indonesia menegaskan jika belum ada informasi dan rencana resmi terkait relokasi itu.
Kemlu juga menegaskan posisi Indonesia yang akan terus mendukung kemerdekaan Palestina. Segala upaya yang dilakukan untuk memindahkan warga Gaza adalah ilegal.
“Indonesia tetap tegas dengan posisi: segala upaya untuk memindahkan warga Gaza tidak dapat diterima. Upaya untuk mengurangi penduduk Gaza hanya akan mempertahankan pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina dan sejalan dengan strategi yang lebih besar yang bertujuan untuk mengusir orang Palestina dari Gaza,” tulis Kemlu.
Minta DK PBB bertindak tegas
Di sisi lain, dalam Sidang Terbuka di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang membahas isu Timur Tengah pada Senin (20/1/2025), Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI, Arrmanatha Ch. Nasir, meminta DK PBB untuk mengambil langkah nyata untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina. Permintaan ini disampaikan pasca disepakatinya gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
Kesepakatan gencatan senjata ini tercapai setelah menunggu 15 bulan lamanya sejak agresi yang terjadi pada Oktober 2023. Dunia telah mengutuk genosida yang dilakukan oleh Israel yang sudah menewaskan puluhan ribu warga Palestina itu.
Kawan GNFI, Indonesia juga menyoroti pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang semakin meluas. Tidak hanya itu, kekerasan dan impunitas juga disebut semakin tidak terkendali.
Demi mengakhiri krisis kemanusiaan di Gaza, Indonesia meminta agar bantuan kemanusiaan dapat terus mengalir tanpa hambatan. Keselamatan bagi para pekerja kemanusiaan juga harus dijamin.
Indonesia mendesak upaya rekonstruksi kembali Gaza agar kembali disiapkan, termasuk pencabutan blokade 18 tahun yang sudah melumpuhkan perekonomian Gaza. DK PBB turut diminta untuk melindungi UNRWA selaku badan yang memfasilitasi bantuan dan kemanusiaan di Palestina.
Selain itu, solusi dua negara atau two-state solution kembali menggema dalam Sidang Terbuka DK PBB sebagai jalan menuju masa depan yang adil bagi Palestina dan Israel. Two-state solution dianggap menjadi satu-satunya jalan terbaik untuk dua negara.
"Alternatif lain hanya akan menghasilkan apartheid dan penindasan," tegas Wamenlu.