"Terkait kebijakan dalam penanganan terorisme internasional terkait konflik Suriah, BNPT masih wait and see, tergantung pada tiga aspek penilaian," ujar Kelompok Ahli BNPT Bidang Kerja Sama Internasional, Darmansjah Djumala, dalam keterangannya, Selasa, 24 Desember 2024.
Pertama, situasi keamanan Suriah masih sangat rawan, karena masyarakat internasional masih mengamati ke mana orientasi ideologis Hayat Tahrir Al Sham (HTS), pemberontak yang menumbangkan Assad.
"Jika HTS tidak berubah sama seperti saat mereka masih jadi bagian Al Qaeda, sangat mungkin HTS masih melakukan jalan kekerasan dan radikalisme," ujar dia.
Kedua, konsolidasi politik di Suriah masih sangat cair, karena belum terlihat pola rekonsiliasi yang disetujui tiga kelompok negara yang berpengaruh terhadap politik Suriah, yaitu Turki, AS-Israel, dan Iran-Rusia.
Ketiga, sikap masyarakat internasional sangat tergantung pada proses rekonsiliasi kekuatan politik di Suriah. Dalam penilaian Djumala, yang pernah bertugas sebagai Dubes RI untuk Austria dan PBB, dukungan masyarakat internasional diperkirakan akan mengalir ke HTS jika mampu merehabilitasi situasi kemanusiaan, melakukan rekonsiliasi nasional melalui pemilu merangkul semua pihak yang bertikai, dan mengakui hak kaum minoritas di Suriah.
Djumala melihat ada indikasi positif ke arah itu. Paling tidak ada niat baik HTS untuk melibatkan anggota kabinet rezim lama dalam upaya menyusun pemerintahan transisi.
“Masyarakat internasional sekarang sedang memantau secara seksama kemana arah kebijakan politik pemerintahan transisi," ujar dia.
Jika saja pemerintahan transisi mampu memulihkan situasi keamanan dan kemanusiaan, mengadakan pemilu dengan melibatkan semua kelompok kepentingan dan menghargai hak-hak sipil kaum minoritas, diperkirakan dukungan internasional akan mengalir melegitimasi pemerintahan transisi itu sebagai representasi rakyat Suriah.
Sementara itu, Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono, memaparkan menurut Global Terrorism Index (GTI) 2024, Indonesia mengalami perbaikan situasi keamanan. Hal ini ditandai dengan turunnya peringkat dari 24 ke 31 serta perubahan status dari negara medium impacted menjadi negara low impacted terdampak terorisme.
Eddy mengatakan perbaikan peringkat dari medium impact ke low impact mencerminkan adanya perbaikan dalam penanganan terorisme berkat kolaborasi BNPT dengan kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan pencegahan dan mitigasi.
Misalnya, BNPT bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memblokir 180.954 konten bermuatan intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di ruang siber.
"Konten yang diblokir merupakan propaganda dari jaringan teroris seperti ISIS, HTI, dan JAD yang secara aktif menyebarkan ideologi kekerasan melalui platform digital," ujar dia.
Menurut Global Peace Index (GPI) 2024 situasi keamanan di Indonesia mengalami perbaikan dengan kenaikan 5 peringkat, menjadi 48 dari peringkat 53 pada 2023.
Meski ada perbaikan situasi keamanan, Indonesia harus tetap memberikan perhatian terhadap dinamika perkembangan global, yang berdampak terhadap keamanan Indonesia, terutama terkait dengan situasi politik di Suriah.