Menlu Araghchi: Iran, Rusia, Turki Akan Putuskan Nasib Proses Perdamaian Astana di Suriah
Story Code : 1177493
Abbas Araghchi menyampaikan pernyataan tersebut pada hari Senin (9/12), sehari setelah militan yang didukung asing, yang dipimpin oleh Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), merebut ibu kota Suriah Damaskus dan mengumumkan jatuhnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Ketika ditanya apakah teroris Suriah akan menghadiri putaran berikutnya dari perundingan format Astana, ia mengatakan pemerintah Suriah tidak pernah hadir dalam proses yang hanya melibatkan Iran, Rusia dan Turki.
"Apakah proses [perdamaian Astana] akan berlanjut di masa depan atau tidak tergantung pada perkembangan dan keputusan dari tiga negara [penjamin]," katanya setelah sesi tertutup Parlemen Iran tentang perkembangan terkini di Suriah.
Araghchi dan mitranya dari Rusia dan Turki bertemu pada hari Sabtu sebagai bagian dari format Astana di sela-sela Forum Doha di ibu kota Qatar.
Setelah pertemuan tersebut, para peserta mengeluarkan pernyataan bersama bersama dengan lima negara Arab, termasuk Mesir, Arab Saudi, Irak, Yordania, dan Qatar, yang menyerukan solusi politik untuk krisis Suriah.
Mereka juga menekankan perlunya "mengakhiri eskalasi militer ..., menjaga persatuan, kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas teritorial Suriah, serta melindunginya dari kekacauan dan terorisme." Iran, Rusia, dan Turki menyiapkan proses perdamaian Astana pada bulan Januari 2017 sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri konflik Suriah melalui keterlibatan pihak-pihak yang bertikai di negara Arab tersebut.
Ketiga negara sejauh ini telah mengadakan beberapa putaran pembicaraan.
Putaran terakhir diskusi ini muncul setelah serangan mendadak oleh militan yang dipimpin HTS di Aleppo, Suriah, dan pedesaan di sekitar Idlib yang menyebabkan mereka merebut kota-kota utama negara tersebut dalam waktu kurang dari dua minggu.[IT/r]