0
Monday 9 December 2024 - 15:47

Siapakah Al-Jolani?

Story Code : 1177321
Siapakah Al-Jolani?
Dalam perkembangan di lapangan, pasukan Tahrir Al-Sham (sebelumnya bernama Front Nusra) pimpinan Mohammad al-Jolani berperan penting dalam runtuhnya pemerintahan al-Assad dengan cepat. Sebagai pemimpin yang kuat, al-Jolani memerintahkan mantan Perdana Menteri Suriah Mohammad Jalali untuk mengendalikan lembaga-lembaga pemerintah hingga penyerahan kekuasaan. 

Al-Jolani lahir  tahun 1982 dengan nama asli "Ahmad Hussein al-Shara" di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, tempat ayahnya bekerja sebagai insinyur perminyakan.

Keluarga Al-Jolani pindah ke Suriah pada 1989 dan menetap di dekat Damaskus.

Tidak banyak yang diketahui tentang masa tinggalnya di Damaskus sebelum ia pergi ke Irak pada tahun 2003, tahun ketika Irak diduduki oleh pasukan Amerika dan al-Jolani pergi ke negara itu untuk berperang sebagai anggota Al-Qaeda.

Menurut Middle East Eye, "tanda-tanda pertama jihad dalam kehidupan al-Jolani" muncul setelah serangan 11 September 2001, ketika "ia mulai menghadiri ceramah agama dan pertemuan rahasia di pinggiran kota Damaskus."

Al-Jolani ditangkap oleh pasukan AS di Irak pada tahun 2006 dan ditahan selama lima tahun. Ia kemudian mengemban tugas mendirikan cabang Al-Qaeda di Suriah, Front Al-Nusra, dan meningkatkan pengaruhnya di wilayah yang dikuasai teroris, khususnya Idlib.

Selama krisis Suriah dekade lalu, al-Jolani bekerja sama erat dengan Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin organisasi teroris ISIS.

Pada April 2013, al-Baghdadi tiba-tiba mengumumkan bahwa kelompoknya memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda dan mendirikan organisasi barunya sendiri di Suriah.

Dalam wawancara televisi pertamanya pada  2014, al-Jolani mengatakan kepada Aljazeera bahwa Suriah harus diperintah sesuai dengan interpretasi kelompoknya tentang "hukum Islam" dan bahwa kaum minoritas di negara itu, seperti Kristen dan Alawi, tidak akan mendapat tempat dalam sistem yang diusulkannya.

Ketika oposisi mulai dikalahkan oleh tentara Suriah dan sekutunya dan setelah merebut kembali kota Aleppo pada bulan Juli 2016, al-Jolani berusaha menghapus kelompok tersebut dari daftar hitam teroris PBB dan menarik dukungan asing untuk bersaing dengan kelompok oposisi lainnya, yang semuanya telah pindah ke Idlib, dengan mengubah nama Front al-Nusra menjadi Fatah Al-Sham pada bulan yang sama (Juli 2016).

Pada tahun 2015, ia mengumumkan bahwa ia tidak bermaksud melakukan serangan terhadap Barat seperti ISIS atau Al-Qaeda. Ketika meninggalkan Al-Qaeda, ia mengatakan itu dilakukannya "untuk menghilangkan alasan bagi masyarakat internasional" untuk menyerang organisasinya.

Pada awal tahun 2017, al-Jolani mengumumkan penggabungan kelompok pimpinannya dengan beberapa kelompok teroris lain yang ada di Idlib dan pembentukan kelompok baru bernama Hayat Tahrir Al-Sham (HTS). Kelompok ini bertujuan "membebaskan Suriah" dari pemerintahan al-Assad, "mengusir milisi Iran" dari negara tersebut, dan mendirikan pemerintahan berdasarkan interpretasi mereka sendiri tentang "hukum Islam." 

Sejak merebut Aleppo, HTS menyatakan bahwa mereka menjamin keamanan minoritas agama dan etnis, termasuk tempat-tempat suci Syiah. Langkah ini, menurut pakar Suriah Hassan Hassan, al-Jolani mencoba menampilkan HTS sebagai badan pemerintahan yang sah di Suriah dan mitra potensial dalam upaya kontraterorisme global. 

Sementara Arund Lund, pakar kelompok ekstremis, dalam sebuah wawancara dengan swissinfo, mengatakan, "Apakah dia benar-benar tulus dalam posisinya? Sama sekali tidak. Orang ini menganut pendekatan fundamentalis agama yang sangat ketat. Namun, apa yang dilakukannya itu merupakan hal cerdas yang dikatakan atau dilakukan saat ini.” 

Saat ini, HTS diakui oleh PBB, Turki, AS, dan Uni Eropa sebagai kelompok teroris.

Al-Jolani mengatakan bahwa label ini tidak adil, karena kelompoknya telah meninggalkan kesetiaan masa lalunya demi kesetiaan nasional.[IT/AR]
Comment