IAEA: 'Tidak Ada Bukti' Iran Mengembangkan Senjata Nuklir
Story Code : 1129323
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tidak memiliki bukti bahwa Iran mempunyai program senjata nuklir aktif, kata Direktur Jenderal Rafael Grossi kepada wartawan. Pejabat senior itu mengomentari pernyataan utusan Israel untuk PBB, Gilad Erdan, yang mengklaim pada hari Minggu bahwa Teheran dapat memperoleh senjata nuklir dalam beberapa minggu.
Grossi mengatakan dia tidak bertanggung jawab atas pernyataan negara-negara anggota IAEA, namun badan tersebut sendiri menganggap klaim Israel tidak berdasar.
“Sejauh menyangkut badan yang melakukan inspeksi di sana, kami tidak memiliki informasi atau indikasi apa pun bahwa ada program senjata nuklir di Iran,” katanya kepada wartawan pada hari Selasa (16/4) , setelah memberi pengarahan kepada anggota Dewan Keamanan PBB (DK PBB) di New York.
“Fakta bahwa terdapat akumulasi uranium yang diperkaya pada tingkat yang sangat tinggi tidak secara otomatis berarti Anda memiliki senjata nuklir,” tambah Grossi. Dia mengacu pada penemuan sebelumnya oleh inspektur IAEA mengenai jejak uranium yang diperkaya tinggi di Iran.
Minggu lalu, Duta Besar Israel Erdan mengecam Teheran pada sesi DK PBB yang didedikasikan untuk membahas serangan pesawat nirawak dan rudal Iran terhadap Zionis Israel. Tehran melancarkan serangan pada akhir pekan sebagai pembalasan atas serangan terhadap konsulatnya di Suriah pada tanggal 1 April, yang dituding dilakukan oleh Zionis Israel.
Erdan mencap saingan regional Israel sebagai “negara teror yang bertanggung jawab atas kehancuran global,” dan meminta badan keamanan internasional untuk mempertimbangkan apa yang akan terjadi jika Iran “dapat meluncurkan bom nuklir” ketika menyerang negaranya.
“Waktu terobosan Iran untuk memproduksi persenjataan senjata nuklir sekarang tinggal beberapa minggu, hanya beberapa minggu saja,” katanya. “Para inspektur IAEA tidak mengetahui apa pun. Iran berada di ambang menjadi negara dengan kekuatan nuklir. Ini seharusnya membuat takut setiap anggota dewan ini.”
Tehran selama beberapa dekade membantah klaim bahwa mereka sedang mengembangkan kemampuan nuklir. Pada masa kepemimpinan Barack Obama, AS dan negara-negara besar lainnya menandatangani perjanjian dengan Iran yang menawarkan keringanan sanksi dan peluang bisnis sebagai imbalan atas penerimaan pembatasan terhadap industri nuklir negara tersebut. Israel secara vokal menentang perjanjian tahun 2015, yang dikenal sebagai JCPOA, dan melobi pemerintahan Donald Trump, yang pada akhirnya menarik partisipasi AS, sehingga secara efektif membatalkan perjanjian tersebut.[IT/r]