Foreign Affairs Memperingatkan Kekacauan di tengah Status Quo Suriah
Story Code : 1178774
Majalah Amerika Foreign Affairs telah menyatakan kekhawatiran atas situasi terkini di Suriah, menguraikan beberapa langkah yang harus diambil oleh komunitas internasional untuk mencegah kekacauan di negara itu.
Dalam sebuah artikel berjudul How to Hold Syria Together, majalah itu menganalisis tantangan yang sedang berlangsung dan implikasi politik dan keamanannya.
Artikel itu menyatakan bahwa meskipun ada perayaan atas jatuhnya rezim tersebut, baik komunitas lokal maupun internasional mengkhawatirkan potensi kekacauan, ekstremisme, dan tindakan balas dendam.
Artikel itu menekankan bahwa memerintah seluruh Suriah akan menjadi tugas yang berat bagi rezim baru karena keragaman demografi dan geografis negara itu, keberadaan banyak kelompok bersenjata di luar kendali negara, dan komplikasi yang ditimbulkan oleh sumber daya ekonomi yang lemah dan sanksi internasional.
Foreign Affairs juga memperingatkan bahwa kurangnya stabilitas dapat memicu gelombang migrasi baru dan meningkatnya ketidakamanan regional.
Majalah tersebut menyajikan tiga rekomendasi utama bagi masyarakat internasional untuk mendukung Suriah selama masa kritis ini:
1. Mempromosikan transisi politik yang inklusif dan damai.
2. Memberikan bantuan kemanusiaan dan ekonomi.
3. Meredakan sanksi yang dijatuhkan.
Artikel tersebut diakhiri dengan menekankan bahwa keadaan kekacauan saat ini menjadikan keberhasilan transisi sebagai tanggung jawab bersama antara para pelaku lokal dan masyarakat internasional.
Utusan PBB mendesak proses politik Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Suriah, Geir Pedersen, mengadakan diskusi dengan Ahmad al-Sharaa (Abu Mohammad al-Jolani), pemimpin Hayat Tahrir al-Sham, dan Mohammad al-Bashir, kepala pemerintahan sementara, di ibu kota Suriah pada hari Senin (16/12).
Dalam sebuah pernyataan, Kantor Utusan Khusus PBB untuk Suriah mengumumkan, "Utusan Khusus, Tn. Geir Pedersen, berada di Damaskus.
Sejauh ini ia telah bertemu dengan Tn. Ahmad al-Sharaa, pemimpin pemerintahan baru, dan Tn. Mohammad al-Bashir, kepala pemerintahan sementara."
Selama pertemuan tersebut, Pedersen menekankan "perlunya transisi politik yang inklusif dan kredibel, yang dipimpin dan dimiliki oleh warga Suriah, berdasarkan prinsip-prinsip Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 (2015)."
Ia menegaskan kembali komitmen PBB untuk menyediakan semua bantuan yang memungkinkan bagi warga Suriah dan diberi pengarahan tentang tantangan dan prioritas yang dihadapi negara tersebut.
Pernyataan tersebut juga mencatat bahwa Pedersen dijadwalkan untuk mengadakan diskusi lebih lanjut dalam beberapa hari mendatang.
Sementara itu, media Suriah melaporkan bahwa Ahmad al-Sharaa menekankan perlunya meninjau kembali Resolusi 2254, dengan mengutip pergeseran dalam lanskap politik yang menuntut kerangka kerja yang diperbarui untuk mencerminkan realitas terkini.
Utusan PBB tersebut menggarisbawahi pentingnya lembaga negara yang berfungsi penuh di Suriah, yang menjamin keselamatan dan keamanan semua personel.
Ia berjanji untuk melibatkan semua segmen masyarakat Suriah dan organisasi internasional untuk memberikan dukungan kepada rakyat Suriah.
Pedersen juga menunjukkan kebutuhan kritis untuk pemulihan ekonomi di Suriah, dengan harapan agar sanksi dicabut dan negara tersebut dapat memulai jalan menuju pemulihan.
Ia menyerukan pembentukan sistem peradilan yang menjamin keadilan bagi semua, tanpa pembalasan, dan menekankan pentingnya mencapai keadilan dan akuntabilitas.[IT/r]