0
Sunday 1 December 2024 - 17:23

Di Mana Para "Mujahidin" Anti-Assad Saat Gaza Menjerit Minta Pertolongan?

Story Code : 1175979
HTS.
HTS.
Retorika Jihad yang Selektif
Dalam konflik Suriah, kelompok-kelompok ini menjadi pusat perhatian. Front al-Nusra, cabang resmi Al-Qaeda di Suriah sebelum memisahkan diri dan berganti nama menjadi HTS, sering mempropagandakan jihad melawan rezim Bashar al-Assad sebagai kewajiban agama. FSA, yang disebut-sebut sebagai "oposisi moderat" oleh media Barat, menerima bantuan senjata, pelatihan, dan dukungan logistik dari negara-negara seperti Turki dan Amerika Serikat. Namun, retorika jihad mereka tampaknya sangat selektif.

Saat Gaza dibombardir oleh Israel, kelompok-kelompok ini bukan hanya diam, tetapi juga tidak menunjukkan aksi konkret untuk membela rakyat Palestina. Ini menjadi ironi yang menyakitkan: mereka yang lantang menyerukan jihad di Suriah tiba-tiba kehilangan suara ketika kezaliman Zionis berlangsung di tanah Palestina.


Dukungan Internasional dan Prioritas yang Bias
Fakta bahwa kelompok-kelompok seperti HTS dan FSA mendapatkan dukungan besar dari negara-negara seperti Turki, Qatar, UEA, Saudi, Yordania dan Amerika Serikat menjadi salah satu alasan mengapa mereka memilih diam terkait Gaza. Turki, misalnya, meski nampak seperti macan ketika mencaci maki Israel di depan publik, ternyata memiliki hubungan diplomatik dan kerja sama ekonomi yang manisdan mesra  dengan Tel Aviv. Dukungan militer dan finansial terhadap kelompok-kelompok seperti FSA diberikan dalam konteks kepentingan geopolitik Turki di Suriah, bukan untuk memperjuangkan umat Islam secara umum.

Demikian pula, Front al-Nusra, yang sering menampilkan diri sebagai pejuang Islam, justru lebih sibuk memperkuat posisinya di Idlib daripada melibatkan diri dalam perjuangan Palestina. Narasi jihad mereka terfokus pada musuh lokal yang sesuai dengan agenda para donatur mereka, sementara penderitaan rakyat Gaza tampaknya tidak masuk dalam prioritas.


Pengkhianatan Terhadap Solidaritas Muslim
Kelompok-kelompok ini sering memanfaatkan isu solidaritas umat Islam untuk merekrut dan memperluas pengaruh, tetapi ketika dihadapkan pada realitas Gaza, mereka gagal menunjukkan komitmen. Bahkan dalam pernyataan publik, kelompok-kelompok seperti HTS atau FSA hampir tidak pernah mengutuk Israel secara tegas atau menyerukan tindakan nyata untuk membantu Gaza.

Sebaliknya, mereka lebih sibuk dengan konflik internal dan agenda sektarian yang justru memecah-belah umat Islam. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip solidaritas universal yang menjadi landasan perjuangan Palestina melawan penjajahan.


Apa yang Mereka Lakukan Saat Gaza Membara?
Ketika Gaza dihujani bom, jutaan menjadi korban kekejaman Israel, kelompok-kelompok ini lebih sibuk menjaga wilayah mereka di Idlib dan bagian lain Suriah utara. HTS, misalnya, terus memperluas kontrolnya atas kelompok-kelompok oposisi lain di Idlib, sementara FSA menjadi alat geopolitik Turki untuk menekan Kurdi di Suriah utara.

Bahkan ketika ribuan warga Gaza dibunuh oleh serangan udara Israel, kelompok-kelompok ini tidak mengalihkan perhatian atau sumber daya mereka untuk mendukung perjuangan Palestina. Mereka tetap diam, membuktikan bahwa "perjuangan" mereka lebih merupakan alat politik daripada misi keagamaan yang tulus.


Membongkar Klaim Perjuangan Mereka
Diamnya kelompok-kelompok seperti HTS, ISIS, dan FSA terhadap tragedi Gaza menunjukkan bahwa narasi jihad mereka tidak lebih dari alat propaganda untuk melayani kepentingan Zionis Israel. Mereka memilih musuh dan medan perang sesuai dengan agenda para pendukung mereka, bukan berdasarkan prinsip keadilan atau solidaritas umat Islam.

Ketika Gaza menjerit membutuhkan dukungan, yang berdiri membela Gaza bukanlah kelompok-kelompok Mujahidin ini, melainkan individu dan organisasi yang selama ini mereka perangi, mereka sesatkan dan kafirkan, Hizbullah, Houthi dan al-Hashd al-Shaabi. Ini menjadi pelajaran penting bagi umat Islam di seluruh dunia untuk lebih kritis terhadap siapa yang sebenarnya berjuang untuk keadilan dan siapa yang hanya memperalat agama untuk kepentingan duniawi.

Gaza, dengan segala penderitaannya, mengungkap wajah asli dari mereka yang mengaku sebagai Mujahidin pembela umat, tetapi hanya bergerak ketika kepentingan geopolitik mendikte mereka.[IT/MT]
Comment