Israel Memberi Sanksi kepada Surat Kabar Tertuanya
Story Code : 1174738
Pada hari Minggu (24/11), proposal untuk melarang badan pendanaan yang dikelola negara untuk berkomunikasi atau memasang iklan dengan surat kabar tersebut telah disetujui.
Shlomo Karhi, menteri komunikasi, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa proposalnya terhadap Haaretz telah disetujui dengan suara bulat oleh menteri lainnya.
"Kami tidak akan membiarkan kenyataan di mana penerbit surat kabar resmi di negara Zionis Israel akan menyerukan pengenaan sanksi terhadapnya dan akan mendukung musuh-musuh negara di tengah perang dan akan dibiayai olehnya," kata pernyataan itu.
"Kami menganjurkan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi, tetapi juga kebebasan pemerintah untuk memutuskan untuk tidak mendanai hasutan terhadap negara Zionis Israel."
Usulan untuk memboikot media tersebut, yang ditambahkan ke agenda rapat kabinet pada menit terakhir, didukung oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menurut Haaretz.
Haaretz, yang didirikan pada tahun 1918, adalah surat kabar yang paling lama terbit di negara tersebut. Surat kabar tersebut telah menerbitkan banyak laporan tentang dugaan aktivitas kriminal oleh pejabat senior Zionis Israel dan angkatan bersenjata, dan telah lama memiliki hubungan yang tegang dengan pemerintah.
Media tersebut juga telah menyerukan diakhirinya perang Gaza dan pembebasan sandera yang ditawan oleh Hamas.
Pemerintah Zionis Israel menjelaskan bahwa keputusannya merupakan reaksi terhadap "banyak tajuk rencana yang telah melukai legitimasi negara Israel dan haknya untuk membela diri, dan khususnya pernyataan yang dibuat di London oleh penerbit Haaretz, Amos Schocken, yang mendukung terorisme dan menyerukan untuk menjatuhkan sanksi kepada pemerintah," tulis media tersebut pada hari Minggu.
Dalam pidatonya di sebuah konferensi di London bulan lalu, Schocken menuduh pemerintah Israel memiliki "rezim apartheid yang kejam terhadap penduduk Palestina."
Dia kemudian mengklarifikasi pernyataannya, dengan menjelaskan bahwa dia tidak menganggap Hamas sebagai "pejuang kebebasan."
Menanggapi resolusi tersebut, yang dilaporkan telah disahkan oleh para menteri tanpa tinjauan hukum apa pun, Haaretz menuduh Netanyahu berusaha untuk "membongkar demokrasi Zionis Israel" dan mengatakan keputusan untuk memboikot outlet tersebut adalah "oportunis."
Langkah tersebut merupakan contoh terbaru dari tindakan keras Israel terhadap media di tengah konflik di Gaza.
Pada bulan April, parlemen Zionis Israel menyetujui undang-undang yang mengizinkan penutupan sementara jaringan asing yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
Pada bulan Mei, pemerintah melarang Al Jazeera beroperasi di dalam Zionis Israel dan menutup bironya di negara tersebut, menuduh jaringan TV Qatar tersebut membantu kelompok militan Palestina Hamas.[IT/r]