Hamas: Aksi Teror “Israel” Tidak Akan Demoralisasi Bangsa Palestina
Story Code : 1084446
Juru bicara Hamas Abdul Latif al-Qanoua mengatakan pada hari Rabu (27/9) bahwa serangan udara berulang kali yang dilakukan militer Zionis “Israel” terhadap posisi pejuang perlawanan di Gaza, penutupan Penyeberangan Beit Hanoun, juga dikenal sebagai Penyeberangan Erez, dan pengepungan kejam yang sedang berlangsung di Gaza adalah tindakan yang tidak pantas yang merupakan bagian dari upaya putus asa untuk menekan warga Palestina agar meninggalkan Masjid al-Aqsa.
“Namun, mereka [otoritas Zionis ‘Israel’] tidak akan berhasil dalam upaya mereka,” kata Qanoua.
“Bangsa kita akan melanjutkan perjuangannya yang sah di segala bidang dan melalui segala cara yang ada. Tindakan teror, pengeboman, dan pengepungan yang dilakukan penjajah tidak akan melemahkan tekad kami dan tidak akan menghentikan revolusi dalam membela kesucian kami,” katanya.
Pada hari Selasa (27/9), serangan udara Zionis “Israel” menghantam beberapa sasaran di Jalur Gaza, setelah pengunjuk rasa Palestina berbondong-bondong selama 12 hari berturut-turut ke pagar perbatasan antara wilayah yang terkepung dan wilayah yang diduduki Zionis “Israel” pada tahun 1948 untuk mengecam serangan pemukim Zionis “Israel” ke wilayah kompleks Masjid al-Aqsa di al-Quds Timur [Yerusalem].
Tidak ada laporan mengenai korban jiwa di Gaza akibat serangan udara Zionis “Israel”, namun pejabat kesehatan Palestina melaporkan bahwa pasukan Pasukan Pendudukan Zionis “Israel” [IOF] menembak dan melukai 11 pengunjuk rasa selama protes hari Selasa di sepanjang perbatasan.
Tentara Zionis “Israel” mengatakan bahwa mereka menggunakan drone, helikopter, dan tank untuk menyerang beberapa pos di Gaza utara dan selatan milik Hamas.
Kelompok dan pihak berwenang Muslim telah memperingatkan terhadap upaya Zionis “Israel” untuk membagi kompleks suci antara Muslim dan Yahudi dengan mengabaikan perasaan jutaan Muslim di seluruh dunia.
Serangan pemukim Zionis “Israel” ke kompleks Masjid al-Aqsa dan kekerasan terhadap warga Palestina telah meningkat sejak kabinet garis keras Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mulai menjabat pada bulan Desember lalu.
Pembobolan massal pemukim hampir selalu terjadi atas perintah kelompok kuil yang didukung Tel Aviv dan di bawah naungan polisi “Israel” di al-Quds [Yerusalem], yang menyebabkan konfrontasi sehari-hari dengan warga Palestina di masjid, dan banyak di antara mereka yang terluka, ditangkap, dan dibunuh.
Ibadah non-Muslim di kompleks tersebut dilarang berdasarkan perjanjian antara entitas Zionis “Israel” dan Yordania setelah rezim tersebut merebut al-Quds Timur [Yerusalem] pada tahun 1967.[IT/r]