Blok Siak, ladang minyak di Provinsi Riau akan segera habis kontraknya pada akhir tahun 2013 dari Chevron. Menurut Kurtubi, pengamat minyak dan gas (migas), seharusnya Pertamina sebagai perusahaan migas negara mau mengelola dan melanjutkan untuk kebaiakan bangsa.
“Daripada Pertamina susah-susah investasi ke luar negeri, lebih baik ambil alih Blok Siak yang sudah berproduksi, dan tinggal meneruskan saja," ujarnya di Pekanbaru, Minggu (1/4), sebagaimana diberitakan antara.
Kontrak bagi hasil PT Chevron Pacific Indonesia di Blok Siak akan mencapai 22 tahun, dan habis masa berlakunya pada 27 November 2013. Sesuai UU 22 Tahun 2001 tentang Migas, Blok Siak akan kembali ke pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas.
"Idealnya yang mengelola selanjutnya adalah perusahaan negara (Pertamina) dan BUMD, agar seluruh hasilnya benar-benar dinikmati negara, tidak dibagi dengan negara lain," katanya.
Ia mengatakan, sangat mengherankan apabila Pertamina tidak tertarik untuk mengelola Blok Siak karena risiko investasinya sangat rendah di blok yang sudah produksi. Selama dikelola Chevron, Blok Siak memproduksi minyak 1.600 hingga 2.000 barel per hari.
"Pertamina harus mau karena blok itu sudah akan kembali ke negara, dan Pertamina adalah perusahaan negara. Kenapa sampai tidak mau? Malah harus dicurigai kenapa Pertamina sampai tidak mau," ujarnya.
Sementara ini, Riau Petroleum sudah membentuk sebuah konsorsium untuk dapat mengelola Blok Siak dengan perusahaan PT Ekamaro Sakti dengan komposisi saham nantinya 51 banding 49 persen mayoritas untuk BUMD. Akan tetapi, Riau Petroleum mendapat bantuan dana dari perusahaan finansial United Overseas Bank Limited (UOB) dari Singapura.
Mmenurut Kurtubi, Kalau share (saham) masih dibagi dengan pihak asing, ya sama juga bohong. Maka alangkah baiknya jika perusahaan Negara, yakni Pertaminalah yang mengelola blok Siak selanjutnya. (IT/sa)