Menlu Iran: JCPOA Takkan Kembali ke Masa Kejayaannya
Story Code : 1173076
Ia menyatakan bahwa Iran telah berhenti memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian itu sebagai tanggapan atas penarikan diri sepihak dan ilegal Amerika Serikat dari JCPOA pada tahun 2018 dan kegagalan pihak-pihak Eropa yang terlibat dalam perjanjian untuk menebus kesalahan Washington.
Araghchi mengatakan bahwa apabila JCPOA direvitalisasi, kesepakatan tersebut hanya dapat digunakan sebagai referensi untuk kesepakatan potensial yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Meski begitu, ia memperingatkan bahwa setiap pembicaraan yang akan datang akan membuka peluang terbatas untuk mencapai kesepakatan, mengingatkan bahwa Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 yang mendukung JCPOA akan berakhir pada bulan Oktober mendatang.
“Oleh karena itu, jika kita gagal mencapai kesepakatan sebelum itu, kita akan menghadapi beberapa kondisi kritis,” pungkasnya.
Kesepakatan Nuklir JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action) adalah perjanjian internasional yang dicapai pada 14 Juli 2015 antara Iran dan kelompok P5+1 (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, China, dan Jerman), yang bertujuan untuk membatasi program nuklir Iran dan memastikan bahwa Iran tidak mengembangkan senjata nuklir.
Dalam perjanjian ini, Iran setuju untuk membatasi aktivitas nuklirnya, termasuk pengurangan jumlah sentrifugal yang digunakan untuk memperkaya uranium dan penurunan stok bahan baku nuklir.
Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi oleh PBB, AS dan Uni Eropa yang melilit Iran akan dicabut secara bertahap. Terangkatnya embargo ini akan memungkinkan Iran untuk mengakses pasar internasional serta mendapatkan keuntungan dari perdagangan global.
Komitmen-komitmen dalam JCPOA meliputi langkah-langkah pengawasan dan verifikasi yang ketat oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk memastikan bahwa Iran mematuhi kewajibannya, serta pembatasan durasi program nuklir tertentu yang bersifat jangka panjang.
Iran berjanji untuk tidak mengembangkan senjata nuklir dan tetap transparan dengan aktivitas nuklirnya. Selain itu, Iran diharuskan untuk menyediakan akses penuh kepada IAEA untuk memeriksa fasilitas nuklirnya dan mematuhi ketentuan mengenai pengurangan persediaan uranium yang diperkaya.
Perjanjian yang dinilai oleh para analis sangat merugikan ini bubar pada tahun 2018 ketika Presiden Amerika Serikat pada saat itu, Donald Trump, secara sepihak menyatakan diri keluar dari JCPOA. Iran yang selalu menjalankan kewajiban dan komitmennya sempat menahan diri selama satu tahun sebelum akhirnya mengurangi komitmennya secara bertahap. [IT/G]