Aktor Intelektual di Balik Imam Besar Masjid Istiqlal
Story Code : 490681
Jum’at pagi tanggal 9 Oktober yang bertepatan dengan 27 Zulhijjah 1436 H silam, Imam Besar Masjid Istiqlal, Ali Mustafa Yaqub, kembali memperlihatkan kualitas intelektual dan moral sesungguhnya di hadapan publik. Dalam artikel opininya di Republika yang berjudul “Aktor Intelektual Tragedi Mina” (Lihat: http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/15/10/09/nvy1w41-aktor-intelektual-tragedi-mina), Imam Besar ini mengajukan argumentasi yang dasar utamanya adalah kesalahan berpikir yang kerap disebut dengan blaming the victim (mempersalahkan korban). Panjang lebar Sang Imam ini menguraikan bahwa sebab utama tragedi ini adalah konspirasi sejumlah rombongan jamaah haji yang bertekad melakukan pembunuhan massal di sana.
Luar biasa! Teori yang bahkan para pejabat kerajaan Saudi pun enggan atau sungkan memasarkannya.
Tapi Sang Imam Besar tampaknya sudah bertekad untuk menyatakan pendapatnya yang hampa fakta maupun data apapun itu. Tanpa sedikit pun rasa iba atau setidaknya malu pada para korban dan keluarga yang ditinggalkan, dia menggiring pembaca untuk berimajinasi soal suatu pembunuhan terencana di balik tragedi Mina.
Melihat rekam jejak Sang Imam selama ini, kita sebenarnya tak perlu terlalu bingung. Sudah sekian banyak kerancuan berpikir yang dia sebarkan ke publik selama dia menjabat sebagai Imam Besar. Tapi kali ini ada baiknya sang imam besar ini kita ajar sedikit untuk berempati pada nasib sekian banyak orang, termasuk ratusan sesama warga bangsa.
Sebelum masuk pada tanggapan, ada baiknya kita beberkan dulu beberapa kesimpulan Imam Besar dalam tulisannya itu.
Pertama, menurut Imam Besar, sebelum tahun 1980, prosesi haji tidak pernah mengalami bencana apapun. Dan tentu di sini Sang Imam mau menggiring opini publik bahwa jamaah haji Iran pasca Revolusi Islam Iran tahun 1979 adalah gerombolan yang selalu berulah. Ada insinuasi bahwa tragedi haji datang dari jamaah haji Iran yang nota bene Syiah.
Kedua, ada sekelompok jamaah yang sengaja dan bahkan mendapatkan tugas melakukan pembunuhan massal dalam kejadian ini. Sayang opini “boleh jadi” ini dikembangkan tanpa ketegasan dan kelugasan data. Bahkan, seluruh isi tulisannya berbau provokasi kebencian, fitnah dan gosip murahan yang dapat berujung kemana-mana.
Ketiga, Imam Besar menolak ajakan pengelolaan haji secara berjamaah di bawah Organisasi Kerjasama Islam, dengan dalih bakal menimbulkan konflik. Tiba-tiba ada kutipan dari Protokol Zion soal rencana memecah-belah umat, yang kita tangkap sebagai suatu penghinaan terhadap ajakan baik mengelola haji secara berjamaah yang justru dapat meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan solidaritas.
Sebagai tanggapan atas artikel opini itu, izinkan kami sampaikan beberapa poin di bawah ini.
Pertama, pernyataan bahwa kekacauan pengelolaan haji baru terjadi setelah tahun 1980-an, adalah keliru dan ahistoris. Kita bisa paham bahwa maksud Sang Imam Besar dengan pernyataan itu adalah mensucikan Kerajaan Saudi dari segala dosa dan kekurangan. Tapi fakta berbicara lain. Sejarah menunjukkan bahwa Kerajaan Saudi menguasai Mekkah dan Madinah dengan pertumbahan darah yang telah terdokumentasi dengan baik dalam khazanah sejarah Islam.
Agresifitas dan brutalitas rezim Wahabi ini tak mungkin bisa ditutup-tutupi bahkan sekiranya kredibilitas Sang Imam Besar ini setinggi langit. Apalagi kalau ternyata kredibilitasnya begitu meragukan, setidaknya dari gosip yang beredar berkenaan dengan pemalsuan gelar Doktor dan Profesor yang dimilikinya. (Menariknya, pemalsuan ijazah dan gelar ini telah menjadi modus di kalangan para pendukung Wahabi di Indonesia, mulai dari orang yang di bawah sampai di atas).
Penyelidikan sederhana dengan bantuan Google dan Wikipedia menunjukkan deretan tragedi haji yang terjadi sejak 1973 dan 1975. Silahkan lihat link berikut ini: https://en.wikipedia.org/wiki/Incidents_during_the_Hajj Lebih dari itu, apakah Imam Besar tidak berpikir bahwa sejak 1980 ada pertumbuhan jumlah jamaah haji yang cukup signifikan? Bukankah Islam menjadi agama dengan pertumbuhan pemeluk terbesar di dunia?
Jadi, poin soal tahun itu tidak lebih dari karangan yang tidak berdasar dan bahkan tidak ada hubungan dengan inkompetensi pengelolaan haji rezim Saudi.
Kedua, kalau pun pernyataan Sang Imam Besar soal adanya sekelompok orang yang bertekad melakukan pembunuhan massal itu benar, ini juga menjadi cacatan buruk rezim Saudi. Mengapa segala perangkat intelijen kerajaan yang dikenal sangat kuat itu gagal mendeteksi gerakan dan konspirasi seperti ini? Toh mendeteksi gerakan aksi bunuh diri massal dengan cara berdesak-desakan jauh lebih mudah ketimbang mendeteksi, mengantisipasi dan mencegah aksi bunuh diri menggunakan bom mobil atau sabuk eksplosif seperti yang kerap diklaim berkali-kali berhasil dilakukan oleh aparat kerajaan Arab Saudi.
Ketiga, alih-alih mempersalahkan sekelompok jamaah haji, Imam Besar harusnya meminta otoritas Saudi untuk membuka saja seluruh CCTV prosesi haji dan membuktikan konspirasi Imam Besar dengan gambar dan suara. Mengapa otoritas Saudi tidak menayangkan saja seluruh rekaman CCTV dan mengeksposnya kepada khalayak Muslim dan publik dunia? Mengapa justru seolah menutup-nutupinya, atau menunda-nundanya, sehingga konspirasi lain yang lebih masuk akal berkembang: bahwa kerajaan Arab Saudi sedang menyiapkan propaganda busuk berdasarkan potongan-potongan gambar yang telah diolah untuk menutupi biang kerok dan memunculkan aktor intelektual palsu.
Keempat, mengapa Imam Besar khawatir dengan pengelolaan haji dalam bentuk kolektif di bawah Organisasi Kerjasama Islam yang telah lama diusulkan sejumlah negara Muslim? Mengapa usulan yang justru dapat menghimpun berbagai potensi umat ini dianggap memecah belah? Mengapa Sang Imam Besar tidak berpikir betapa besar peluang yang bisa diraih Indonesia sebagai negara Muslim terbesar bila usulan ini terlaksana?
Kelima, Imam Besar harus sadar bahwa Mekkah dan Madinah adalah milik Muslimin seluruh dunia. Melarang sekelompok umat Islam untuk berhaji justru akan menimbulkan casus belli yang nyata. Permusuhan dan perang tak bakal bisa dihindarkan bila otoritas Saudi benar-benar melarang suatu negara Muslim untuk berhaji. Apakah Imam Besar lupa dengan QS Al-Anfal ayat 34-37?
Pada ayat 34, Allah berfirman: “Kenapa Allah tidak mengazab mereka padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidilharam, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang-orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
Pada ayat 36, Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.”
Jadi, sebaiknya anjuran Imam Besar untuk melarang sebagian orang Muslim berhaji itu diabaikan saja. Alih-alih menjaga persatuan sebagaimana yang diharapkan Imam Besar, ajakan itu malah dapat menimbulkan permusuhan yang lebih parah.
Keenam, dalam tulisan opini itu kita menangkap insinuasi dari Imam Besar untuk menuduh Iran dan jamaah Syiah sebagai dalang tragedi Mina. Ini jelas tuduhan yang perlu dibuktikan. Dan pembuktian termudah adalah justru dengan mendorong otoritas Saudi membuka seluruh data rekaman CCTV. Setelah itu, untuk menghindari kemungkinan konspirasi serupa di masa mendatang, yang harus dilakukan tak lain adalah mewujudkan pengelolaan haji yang lebih kolektif, bersama dengan sejumlah negara lain.
Ketujuh, Imam Besar gagal fokus pada korban dalam hampir seluruh isi tulisannya. Keinginnannya untuk menutupi kesalahan rezim Saudi begitu kuat sehingga hampir tak ada sedikit pun nada simpati apatah lagi empati pada para korban dan keluarga yang ditinggalkan.
Kedelapan, tragedi Mina terjadi karena pengelolaan yang tidak profesional, inkompeten dan terlalu monopolitik. Terlepas dari motif-motif tidak jelas yang disampaikan dalam tulisan opini tersebut, ada begitu banyak tragedi stampede (situasi berdesakan hingga menimbulkan korban jiwa) dalam konser musik, pertandingan bola dan even-even akbar lain. Pada semua kasus itu, kita lihat panitia lah yang bertanggungjawad. Mengapa kasus ini harus beda? Apalagi jika argumentasi Imam Besar seluruhnya didasarkan pada “boleh jadi” dan insinuasi yang ujungnya tak lebih dari pembelaan pada rezim wahabi Saudi dan pemaparan teori konspirasi abal-abal.
Sebagai catatan penutup, perlu kiranya kita ingatkan Imam Besar bahwa gelar yang mulia itu tidak berarti Anda bisa seenaknya menggiring opini publik ke arah yang Anda sukai. Justru gelar itu mengharuskan Anda lebih berhati-hati, ilmiah, objektif dan jujur dalam beropini. Jangan membela Saudi lebih daripada Saudi sendiri, karena persis sehari setelah kejadian Raja Saudi sendiri telah menjatuhkan hukuman kepada aparat yang lalai dan konon menghukum mati mereka.
Malah kita balik bertanya: Siapa Aktor Intelektual di Balik Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub ini? [IT/FZ]
Share Berita :
Comment
Jafar hasni
2015/10/13 16:18
Imam goblok, tolong ini iman segera diganti sebab saya yakin sholat ummat dibelakang imam seperti ini pasti ditolaknya.j
Mantap sekali pelajaran yang diberikan Islam Time. Saya sendiri tidak pernah merasa hormat kepada Imam mesjid manapun, di dalam system Taghut macam Hindunesia, Malaisia dan seluruh Imam Mesjid Timur tengah kecuali Republik Islam Iran cs
Imam besar masjid Istiqlal agar segera lengser dari jabatannya !!!!!!!!!!!!!! Kondisi masjid Istiqlal juga kacau balau. masak sholat tarawih jemaah wanita ada disebelah kiri jemaah pria, bukankah seharusnya ada dibelakang jemaah pria ?????????? dan juga tidakada takjil buat buka puasa ramadhan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Ini adalah rekayasa. Pihak lain tak senang islam damai di indonesia selalu ada jalan mencari perkara masalah orang hebat di indonesia bisa di hancurkan....jangan ketipu .......ini masalah internal saudi jangan di masukkan di indonesia...
kok pendapat seorang imam, seperti pendongeng ya... kelihatan sekali tingkat keilmuaannya lbh tinggi putri saya yang masih SMP kelas 2...dasar imam bahlul
Memang sekarang sudah mendekati akhir jaman, jadi banyak fitnah bertebaran.Sebaik baiknya orang yaitu yang bisa membawa kebaikan bagi orang banyak walaupun orang itu tukang becak.Untuk apa titel banyak dan apalagi seorang Imam, tapi tidak membawa manfaat bagi orang banyak.
Bapak yaqub ini mah sanes imam, pak yaqub ini hny manusia yg terselip rasa sombong dan dahaga akan gelar..ditunggangi hati oleh syetan rasa hasad dinaungi oleh iblis dg kedengkian.. shingga akalnya berjalan kl dibarengi dg intoleransi merasa paling benar..shg jauh dr rasa bijaksana yg mendalam keilmuan batinnya
imam susupan wahabi salafi dari saudi. Jangan2 merk celdam-nya adalah merk saudi. _Setuju kalau rekeningnya diperiksa...yakin deh ada fulus haram dari saudi masuk....makanya mulut baunya jadi corong wahabi salafi terkutuk, pemecah umat islam.