0
Monday 2 December 2024 - 05:50

Aliansi Israel, Turki, dan Hay’at Tahrir al-Sham: Strategi Memutus Jalur Iran-Lebanon

Story Code : 1176083
HTS.
HTS.
Kepentingan Israel dan Turki di Suriah
Baik Israel maupun Turki memiliki tujuan strategis yang, meskipun tidak sepenuhnya beriringan, namun sering kali bersinggungan dalam upaya mereka memanfaatkan konflik di Suriah.
1. Memutus Jalur Iran-Lebanon:
Bagi Israel, tujuan utama adalah melemahkan jalur logistik dan komunikasi antara Iran dan Hizbullah di Lebanon. Turki, meskipun secara resmi mengklaim netralitas, ikut memainkan peran penting dalam mencegah konsolidasi pengaruh Iran di Suriah utara, terutama melalui dukungan terhadap kelompok oposisi bersenjata.

2. Destabilisasi Kawasan:
Turki dan Israel memiliki kepentingan bersama dalam menciptakan instabilitas di Suriah. Turki, melalui dukungan langsung terhadap faksi-faksi bersenjata seperti Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), berusaha memperkuat cengkeramannya di wilayah Idlib dan Aleppo untuk memastikan pengaruh geopolitiknya. Sementara itu, Israel memanfaatkan situasi ini untuk mendukung kelompok Takfiri yang dapat melemahkan kekuatan pemerintah Suriah.

3. Penciptaan Proksi Regional:
Israel dan Turki mendukung pembentukan entitas proksi di Suriah utara. Israel mendukung ide pembentukan "Kurdistan" yang ramah terhadap kepentingannya, sementara Turki berfokus pada menciptakan zona aman di sepanjang perbatasan Suriah untuk membendung pengaruh Kurdi dan sekaligus memengaruhi dinamika politik Suriah.


Kolaborasi Israel dan Turki dalam Konflik Suriah
Meski secara historis hubungan Israel dan Turki mengalami pasang surut, konflik Suriah mempertemukan kepentingan mereka di beberapa titik:
1. Dukungan terhadap Kelompok Bersenjata:
Turki secara terbuka mendukung kelompok oposisi bersenjata, termasuk HTS, dengan menyediakan basis logistik dan suplai senjata. Israel, meskipun secara tidak langsung, memberikan bantuan intelijen kepada kelompok-kelompok ini untuk melemahkan posisi strategis pemerintah Suriah.

2. Koordinasi Operasional di Idlib:
Wilayah Idlib menjadi salah satu medan utama di mana kepentingan Turki dan Israel bertemu. Turki memberikan perlindungan kepada HTS di Idlib melalui operasi militer dan pengerahan pasukan di zona de-eskalasi, sementara Israel mendukung upaya tersebut dengan serangan udara yang ditargetkan pada posisi militer Suriah dan pasukan Iran di dekat wilayah itu.

3. Pelemahan Pengaruh Iran:
Keduanya berbagi kepentingan dalam membatasi pengaruh Iran di Suriah. Turki melihat Iran sebagai saingan dalam menguasai kawasan, sementara Israel menganggap Iran sebagai ancaman eksistensial. Dukungan bersama mereka terhadap kelompok-kelompok anti-pemerintah di Suriah mencerminkan upaya kolektif untuk memperlemah posisi strategis Iran.


Efek Domino di Kawasan
Kolaborasi antara Israel dan Turki dalam konflik Suriah memiliki dampak yang signifikan terhadap dinamika geopolitik di kawasan:
1. Hubungan Iran-Lebanon:
Ketidakstabilan di Suriah, yang sebagian besar diorkestrasi oleh Israel dan Turki, menghambat dukungan Iran kepada Hizbullah. Ini secara langsung melemahkan kemampuan Hizbullah untuk menghadapi ancaman dari Israel di Lebanon selatan.

2. Tekanan terhadap Kurdi:
Sementara Israel mendukung aspirasi Kurdi untuk membentuk negara sendiri, Turki justru melakukan operasi militer untuk mencegah terbentuknya entitas Kurdi di perbatasannya. Konflik kepentingan ini menciptakan kompleksitas tambahan dalam konflik Suriah.

3. Penguatan Poros Perlawanan:
Meski menghadapi tekanan besar, Poros Perlawanan yang terdiri dari Iran, Suriah, Hizbullah, Irak, dan Yaman terus meningkatkan koordinasi militernya untuk melawan tekanan dari Israel, Turki, dan sekutu Barat lainnya.

Pada akhirnya, meskipun Netanyahu dan Erdogan datang dari latar belakang politik yang berbeda, pendekatan mereka terhadap konflik Suriah mencerminkan sifat yang sama: ambisi tanpa batas dan hati nurani yang terkikis. Keduanya menempatkan kepentingan strategis mereka di atas nilai-nilai kemanusiaan, menggunakan konflik dan kehancuran sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Dalam hal ini, perbedaan antara “Benjamin Erdogan” dan “Benjamin Netanyahu” hanyalah pada cara mereka memasarkan narasi politik masing-masing. Namun, esensi mereka tetap sama: kepemimpinan yang berlandaskan ambisi pribadi, tanpa memedulikan dampak destruktifnya bagi jutaan orang yang terjebak dalam konflik yang mereka ciptakan.[IT/MT]
Comment