Kronologi Evakuasi Paksa Pengungsi Syiah di GOR Sampang
Story Code : 275728
Satu lagi bukti kegagalan pemerintahan SBY dalam melindungi warga negara yang diserang oleh kelompok intoleran yang menggunakan agama untuk melakukan aksi kekerasan. Peristiwa istighosah pada hakikatnya adalah modus yang direkayasa bersama antara massa intoleran pimpinan para kyai dan pihak Pemkab Sampang di bawah komando Kesbangpol Rudi.
Akibatnya, kelompok Syiah Sampang, Madura, Jawa Timur kembali mendapat intimidasi dari massa anti-Syiah di sana. Mereka dipaksa meninggalkan GOR Sampang yang selama ini dijadikan tempat pengungsian, pasca-kerusuhan di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben pada Agustus 2012 lalu.
Berikut kronologi pengusiran Jamaah Syiah berdasarkan rilis dari Kelompok Kerja Advokasi Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Pokja AKBB) Jawa Tumur, yang diterima Okezone di Jakarta, Jumat (21/6/2013).
Rabu, 19 Juni 2013 Pukul 09.00 WIB
Ustaz Iklil al-Milal, tokoh Syiah dijemput oleh personel Polres Sampang dan dibawa ke mapolres dengan alasan akan dimintai keterangan. Ternyata ketika sampai di Polres, sudah berkumpul Kepala Bakesbangpol, Kepala Dinas Sosial Sampang, dan sejumlah ulama representasi Badan Silaturrahmi Ulama se-Madura (Basra).
09.30 - 13.00 WIB
Dalam pertemuan itu, Ustaz Iklil dipaksa menandatangani persetujuan untuk direlokasi, namum beliau menolak dan memilih bertahan di sana. Dia mengaku tidak bisa mewakili keputusan para pengungsi yang tetap bertekad kembali ke Kampung Nangkrenang, Desa Karang Gayam.
Sampai di akhir pembicaraan, Iklil tetap menolak menyepakati desakan yang disampaikan oleh pemda dan ulama. Perwakilan Pemkab Sampang mengancam akan mendatangi GOR untuk mendapatkan kesepakatan. Perwakilan Pemkab berdalih, relokasi dilakukan karena halaman GOR akan digunakan sebagai tempat Istighosah ulama se-Madura.
Ustaz Iklil akhirnya memaksa untuk diantar kembali ke GOR dengan alasan sedang puasa dan dalam kondisi tidak sehat.
14.00 -17.00 WIB
Kepala Bakesbangpol, Dinsos, dan Wakapolres Sampang mendatangi GOR dan mengajak Ustaz Iklil berbicara di luar gedung tepatnya di tenda UNICEF. Pembicaraan masih menyoal relokasi, namun lagi-lagi Ustaz Ikil bertahan tidak bisa mewakili suara jamaahnya. Pembicaraan berjalan cukup sengit sampai pukul 17.00 WIB, tanpa ada titik temu.
Perwakilan Pemkab dan Polres Sampang menyampaikan tidak akan bertanggung jawab bila terjadi kekerasan oleh massa yang akan menghadiri acara Istighosah. Mereka warga di sana untuk keluar dari GOR sampai pukul 20.00 WIB.
Berdasarkan sejumlah informasi, acara Istighosah diinisiasi oleh Basra dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam selebaran undangan diketahui, acara Istighosah sedianya diadakan di Pamekasan. Melalui pelbagai cara acara tersebut akhirnya diselenggarakan di depan GOR Sampang.
Kamis, 20 Juni 2013 Pukul 09.00 WIB
Wakil Bupati Sampang, Kepala Bakesbangpol Sampang, Kepala Dinsos, Kapolres Sampang, dan Kapolda Jatim mendatangi GOR. Pada saat bersamaan massa mulai berdatangan dengan pelbagai kendaran pickap dan truk. Sekitar 8.000 orang termasuk anak anak dan perempuan memadati halaman GOR.
09.45 - 10.15 WIB
Istighosah dimulai. Diawali dengan orasi Kyai Ali Karrar dalam bahasa Madura. Diduga karena orasinya berisi kemarahan terhadap warga Syiah, sang Kyai akhirnya dibujuk untuk menghentikan orasinya oleh perwakilan Pemkab.
Istighosah hanya berjalan sekitar 15 menit, dan sesudah itu dilanjutkan oleh orasi tujuh perwakilan ulama dari Sumenep, Pamekasan, Bangkalan, dan Sampang. Isi orasi ulama hampir sama yakni, menolak ajaran Ustaz Tajul Muluk dan mengharuskan jamaah Syiah keluar dari Madura.
Pada saat massa dan para ulama beristighosah, perwakilan Pemkab bersama Polisi terus menekan Ust. Iklil dan Ummi Kultsum (istri Ust. Tajul Muluk) untuk menandatangani kesediaan direlokasi mewakili pengungsi.
11.00 - 11.15 WIB
Meskipun banyak personel Polisi yang berjaga di depan pintu masuk GOR, akan tetapi mereka membiarkan sejumlah orang dari peserta Istighosah merangsek masuk ke GOR. Tujuh ulama yang merupakan representasi Basra dan MUI bahkan dibiarkan masuk ke dalam GOR.
Perwakilan Pemkab, Kapolres Sampang, Kapolda Jatim, bersama dengan ulama terus menekan Ust. Iklil dan Ummi Kultsum agar menandatangani surat kesediaan direlokasi. Para ulama bahkan setengah membentak dan mengintimidasi kedua perwakilan pengungsi tersebut. Ust. Iklil tampak syok dan tidak bisa berbicara, sementara Ummi Kultsum hanya menangis.
11.30 - 12.30 WIB
Sebagian besar massa malah meninggalkan lokasi GOR, akan tetapi pemerintah, Polisi, dan tujuh ulama tidak berhenti mengintimidasi dan menekan Ust. Iklil dan Ummi Kultsum untuk meneken pernyataan menerima direlokasi. Meski keduanya perwakilan pengungsi sudah tampak shock dan tidak bisa berbicara, tekanan para ulama dan perwakilan Pemkab tidak berhenti.
Sampai akhirnya situasi makin memanas, Ust. Iklil sampai ditarik-tarik tangannya oleh Kyai Ali Karrar. Dalam situasi yang makin keruh, Ust. Iklil sampai pingsan. Menurut keterangan Muhammad Zaini (salah satu pengungsi), ada oknum Satpol PP Sampang yang memukul kepala Ust. Iklil sampai pingsan.
Ust. Iklil akhirnya dibawa oleh personel Satpol PP dan dibawa ke mobil ambulans. Dalam situasi yang makin keruh itu, tekanan tidak mereda. perwakilan Pemkab, ulama, dan Polisi bahkan dengan keras menyampaikan bahwa pengungsi tetap harus direlokasi meskipun mereka tidak mau tanda tangan.
12.30 - 14.00 WIB
Perwakilan Pemkab dan Polisi akhirnya memaksa pengungsi untuk segera berkemas. Bus dan truk pengangkut sudah disiapkan oleh Polisi. Ust. Iklil sudah dibawa terlebih dahulu dengan mobil ambulans menuju di rumah susun Pasar Puspa Agro, Sidoarjo. Di lokasi inilah Pemkab Sampang dan Pemprov Jatim sudah berbulan-bulan yang lalu merencanakan sebagai tempat relokasi pengungsi Syiah.
Tepat 14.30 WIB semua pengungsi akhirnya diangkut dengan dua bus dan tiga truk polisi, dan dikawal dengan tiga mobil patroli menuju Pasar Puspa Agro, Sidoarjo. Tidak kurang dari 168 pengungsi diusir paksa dari GOR, benteng pertahanan terakhir sesudah kampung dan rumah mereka dibakar massa anti-Syiah pada 26 Agustus 2012 yang lalu.
18.35 WIB
Rombongan pengungsi tiba di Pasar Puspa Agro. Di tempat ini, masalah semakin menumpuk. Berdasarkan laporan relawan CMARs, di rumah susun Puspa Agro masih ada penghuni lama yang tidak mau pindah. Alasannya mereka mendapat informasi akan dipindahkan ke Gedung B baru sore harinya. Diperkirakan butuh 71-75 kamar untuk para pengungsi.
Biaya setiap kamar berkisar antara Rp220.000-Rp300.000. Sampai saat ini belum ada kepastian dari pemerintah soal siapa yang akan menanggung biasa sewa rumah susun yang ditempati pengungsi. [IT/MK]