Jokowi: Tantangan Hilirisasi Hadapi Risiko Politik dan Intervensi
Story Code : 1161027
Presiden Jokowi saat membuka Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (19/9), mengatakan, dalam kondisi dunia yang normal, negara-negara maju pasti akan menghalangi upaya tersebut.
“Pada posisi normal, kita tidak mungkin melakukan hilirisasi. Pasti akan dicegat oleh negara-negara maju,” ujar Jokowi yang diikuti di dalam jaringan (daring) Sekretariat Presiden di Jakarta.
Presiden juga menceritakan pengalamannya saat mengambil alih Freeport di dataran tinggi Tembagapura, Mimika, Papua Tengah, di mana banyak yang mengingatkannya tentang potensi risiko politik.
"Bahkan waktu akan mengambil Freeport saja, banyak yang membisik kepada saya, Pak, hati-hati, Papua bisa lepas. Pak, hati-hati, Bapak bisa digulingkan. Pak, hati-hati. Jadi hilirisasi ini bukan barang yang gampang," katanya.
Lebih lanjut, Jokowi menjelaskan bahwa Freeport telah beroperasi selama 55 tahun tanpa membangun smelter, meskipun sumber daya yang dihasilkan, seperti tembaga dan emas, sangat berharga nilainya.
"Karena yang di sana itu bukan hanya tembaga, ada barang yang lain yang harganya lebih tinggi, yaitu emas," katanya.
Dengan pembangunan smelter di Gresik, kata Jokowi, pemerintah berharap bisa menghitung potensi emas yang hilang dari Indonesia selama ini.
“Perkiraan saya, per tahun mungkin 40 sampai 50 ton. Baru perkiraan, nebak-nebak,” ujarnya.
Dengan langkah ini, Jokowi berharap Indonesia dapat memaksimalkan potensi sumber daya alamnya dan mengurangi ketergantungan terhadap pihak asing.[IT/r]