Biden Memperpanjang Darurat Nasional terhadap Iran dalam Tindakan Itikad Buruk Lainnya
Story Code : 1046233
Gedung Putih mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa darurat nasional yang diumumkan oleh mantan presiden Bill Clinton pada 15 Maret 1995 harus tetap berlaku setelah 15 Maret 2023.
Tindakan pemerintah Iran, pengembangan rudal dan senjata asimetris dan konvensional Iran, pengaruhnya di kawasan Asia Barat, dan aktivitas Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) terus menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional, kebijakan luar negeri, dan ekonomi Amerika Serikat, bunyi pernyataan itu.
Dalam sebuah wawancara dengan jaringan baru televisi CNN yang ditayangkan pada 1 Maret, Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian mengatakan Iran telah memberi tahu AS melalui mediator bahwa pihak-pihak dalam Rencana Komprehensif Aksi Bersama (JCPOA) "berada di jalur untuk mencapai kesepakatan, ” tetapi memperingatkan bahwa ini mungkin berubah jika pihak AS mundur.
Pada hari Kamis (9/3), Inggris, Prancis, dan Jerman (E3) mengeluarkan pernyataan bersama yang mengumumkan likuidasi INSTEX, saluran keuangan Eropa yang dirancang untuk melindungi kepentingan ekonomi Iran dari sanksi AS.
Pengumuman itu datang pada hari yang sama ketika Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi terhadap lusinan entitas yang dituduh membantu Iran menghindari larangan Washington atas akses Iran ke sistem keuangan global.
Biden dikritik tajam oleh para analis karena mengikuti kebijakan pendahulunya dari Partai Republik, Donald Trump, di Timur Tengah.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kan'ani mengatakan pada hari Kamis bahwa jalan keluar AS untuk sanksi sepihak membuktikan legitimasi posisi Teheran dan niat buruk serta kemunafikan Washington terhadap Iran dan JCPOA.
Amerika Serikat memulai kampanye "tekanan maksimum" terhadap Iran di bawah Trump yang mengeluarkan AS dari kesepakatan nuklir antara Iran dan negara-negara dunia, dan mengembalikan semua sanksi yang telah dicabut oleh perjanjian itu.
Di jalur kampanyenya, Biden mengklaim dia tidak mau mengembalikan Washington ke kesepakatan. Namun, pemerintahan Biden, tidak hanya berhenti melakukannya tetapi juga telah membawa Republik Islam itu ke dalam beberapa putaran langkah-langkah ekonomi baru.[IT/r]