Kudeta Militer
Surat Putra Qardhawi pada Abahnya: Morsi Tidak Mempunyai Legitimasi
8 Jul 2013 09:35
Islam Times- Yang mulia.... generasi kami takkan mau sabar menjalani penindasan 60 atau 30 tahun seperti yang kau katakan, itu adalah generasimu yang melakukan itu semua atas nama kesabaran.
Kemarin, Dr. Yusuf al-Qardhawi, Ketua Persatuan Ulama Islam Internasional, mengeluarkan fatwa kewajiban mendukung legitimasi Presiden Mesir Muhammad Morsi yang dimakzulkan setelah jutaan rakyat Mesir turun ke jalan untuk menarik/mencabut nota kepercayaan atas kepemimpinannya.
Putera beliau yang bernama Abdurrahman Yusuf al-Qardhawi tidak sepakat dengan fatwa yang dikeluarkan oleh ayahnya tersebut. Dia membalas fatwa tersebut dengan sepucuk surat kepada ayahnya yang dipublikasikan oleh media-media Mesir. Redaksi Mosleminfo berhasil mengalih-bahasakan surat tersebut dari Harian "Youm7". Berikut terjemahan suratnya:
——————
Ayah saya yang terhormat, Syekh al-Allamah Yusuf al-Qardhawi…
Saya mengenal Anda sebagai seorang ulama yang mulia, ahli fikih, dan ahli berbagai ilmu pengetahuan. Anda mengetahui rahasia-rahasia dan tujuan-tujuan dalam syariat Islam, serta banyak mengetahui tentang turats Islam. Kami sekarang di masa yang sangat menentukan dalam sejarah Mesir. Mesir yang Anda cintai dan banggakan. Bahkan Anda memberikan sebuah judul “Anak desa dan sekolahan” pada buku memorial Anda. Sekarang ini saya ingin menyampaikan sesuatu kepada Anda. Saya adalah anak yang dilahirkan di desa, dan terdidik di sekolahan.
Ayah yang saya hormati. Status saya adalah murid Anda sebelum anak Anda. Menurut saya dan banyak orang dari kalangan murid Anda bahwa kondisi Mesir saat ini yang sangat rumit, adalah kondisi yang baru dan jauh berbeda dari masa generasi Anda. Generasi Anda adalah generasi yang tidak mengenal yang namanya revolusi rakyat yang sesungguhnya. Generasi Anda juga tidak dekat dengan keinginan rakyat dan cara berpikir para pemuda yang melampaui batas. Boleh jadi hal ini adalah sebab utama fatwa Anda yang isinya belum pernah saya pelajari dari Anda.
Ayah, Anda kemarin telah mengeluarkan fatwa untuk mendukung Presiden Muhammad Morsi. Di dalam teks fatwa tersebut berisi:
“….sesungguhnya rakyat Mesir telah hidup selama 30 tahun –jika tidak ingin dikatakan 60 tahun—tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih presiden sesuai keinginan mereka sendiri, hingga akhirnya Allah memberi mereka karunia untuk pertama kalinya seorang presiden sesuai pilihan mereka sendiri dan murni sesuai keinginan mereka, yaitu Presiden Muhammad Morsi. Mereka telah bersumpah dan berjanji untuk senantiasa menaatinya, baik dalam kondisi sulit maupun mudah, dan baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang tidak mereka sukai. Semua pihak juga setuju, baik dari kalangan sipil maupun militer, serta pemerintah maupun rakyat, di antaranya adalah Letnah Jenderal Abdul Fattah al-Sisi, Menteri Pertahanan. Dia (al-Sisi) telah bersumpah di depan mata kita semua untuk senantiasa taat dan patuh kepada Presiden Morsi. Dia senantiasa taat dan patuh, hingga kita semua melihatnya berubah secara tiba-tiba, dan menjadikan dirinya yang semula hanya seorang menteri, menjadi seorang yang memiliki kendali kekuasaan, sehingga dia mengkudeta presiden yang konstitusional. Dia telah melanggar janji setianya kepada presiden Morsi, dan bergabung kepada sebagian rakyat untuk menentang sebagian rakyat yang lain, dengan mengklaim bahwa dirinya bersama kalangan mayoritas…..”
Ayahku, sesungguhnya membanding-bandingkan Morsi dengan Mubarak itu tidak tepat. Ini adalah pendapat generasi kami, yang mungkin tidak diketahui oleh generasi sebelum kami.
Ayahku, generasi kami tidak akan kuat hidup di bawah tekanan kediktatoran selama 60 tahun, atau 30 tahun sebagaimana yang Anda katakan. Yang kuat itu adalah generasi Anda dengan mengatas-namakan kesabaran. Kami adalah generasi yang sudah banyak belajar untuk tidak membiarkan benih kediktatoran tetap berada di muka bumi ini. Kami memutuskan untuk mencabutnya sejak tahun pertama, sebelum kediktatoran itu tumbuh berkembang. Itu adalah pohon menjijikkan yang harus dibuang dari muka bumi.
Seandainya Morsi hanya melakukan satu persen kesalahan dari apa yang dilakukan oleh para presiden sebelumnya, maka kami tidak akan tinggal diam. Ini adalah hak kami. Kami tidak akan jatuh pada perangkap komparasi dengan kondisi 60 tahun yang lalu. Karena jika kami terjerumus ke dalam perangkap ini, maka kami tidak akan pernah bisa keluar selamanya.
Saya telah belajar dari Anda, bahwa kaum muslimin itu sesuai dengan syarat-syarat yang mereka sepakati. Bukankah Anda mengatakan: “Jika seorang pemimpin berjanji akan mundur dari jabatan sesuai pendapat mayoritas, dan diambil janji setia (baiat) berdasarkan prinsip ini, maka secara syariat dia harus komitmen dengan syarat tersebut. Setelah berkuasa, dia tidak boleh mengingkari janji ini, dan menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bukan institusi yang mengikat. Dia bisa berpendapat apa pun, namun jika dia dipilih oleh rakyat berdasarkan sebuah syarat tertentu, maka dia harus menjalankannya dan tidak boleh melanggarnya. Kaum muslimin itu sesuai dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati. Menepati janji hukumnya wajib, dan itu termasuk akhlak kaum muslimin. Dari prinsip ini, kami berpendapat bahwa sekelompok manusia meskipun mereka berbeda pendapat terkait status keharusan menepati pendapat MPR, mereka dapat memaksa presiden untuk menepati pendapat MPR, jika mereka menuliskan syarat tersebut dalam pemilihan dan janji setianya. Dan dia harus mengambil suara mayoritas, baik secara mutlak maupun dengan beberapa syarat. Dengan demikian, perselisihan akan teratasi.” (as-Siyasah asy-Syar’iyyah fi Dhau’ Nushush asy-Syar’iyyah wa Maqaashidiha, hlm, 116, cet.Maktabah Wahbah).
Ayah yang saya hormati….
Kami telah mengambil janji kepada lelaki ini (Morsi) agar melakukan kesepakatan dengan pihak-pihak terkait dalam membuat undang-undang, namun dia tidak menepatinya. Kami telah mengambil janji kepadanya agar melakukan kesepakatan dengan pihak-pihak terkait dalam menyusun kabinet, namun dia tidak menepatinya. Kami juga telah mengambil janji kepadanya agar mengedepankan aspek kerjasama dengan pihak-pihak lain, bukan saling mengalahkan, namun dia tidak menepatinya. Kami juga telah mengambil janji kepadanya agar menjadi presiden untuk seluruh rakyat Mesir, namun dia tidak menepatinya. Perkara yang paling penting adalah kami telah mengambil janjinya untuk menjadi presiden Mesir yang telah direvolusi, namun dia tidak menepatinya. Kemudian kami melihatnya pada perayaan hari revolusi, dia berkata kepada para polisi –yang sebenarnya kami juga mengambil janji kepadanya agar membersihkan instansi kepolisian dari antek-antek Mubarak, dan tidak dia tepati–: “Kalian ada di hatiku daripada revolusi Januari.” Lantas dengan janji Allah yang mana, Anda menginginkan kami tetap patuh kepadanya?
Dia telah melakukan rekonsiliasi dengan negeri biadab (Israel) dan dengan para antek Mubarak, dan para pengusaha anak buah Mubarak, serta dengan berbagai kebobrokan tersembunyi dari rezim Mubarak. Bahkan dia berusaha untuk menempatkan para antek Mubarak itu di instansi pemerintahan, dan mendekatkan mereka ke Jamaahnya (baca: Jamaah Ikhwanul Muslimin), serta membantu orang-orang zalim atas kezaliman mereka, akhirnya Allah memberinya azab sebab mereka.
Saya telah menghafal sebuah kalimat yang tidak akan pernah saya lupakan selama hidup wahai ayah dan guru saya. Sebuah kalimat yang sangat komprehensif. Kalimat yang menjadi ukuran bagi diri saya sendiri dalam memahami Islam dan politik Islam. Anda pernah mengatakan kepada saya dan generasi saya: “Kebebasan sebelum syariat.” Dengan kalimat ini, saya masih tetap dalam barisan para revolusioner yang menuntut kebebasan untuk seluruh manusia. Dengan kalimat ini, saya berada di bundaran Tahrir pada 25 Januari dan 30 Juni. Saya tidak menyibukkan diri dengan menuntut untuk menegakkan syariat Allah, dan saya tidak memandang bahwa saya berhak mewajibkan seseorang untuk menjalankan syariat Allah. Akan tetapi saya menyibukkan diri untuk menggerakkan orang-orang agar mereka menjadi manusia yang merdeka. Kebebasan dan syariat bagi saya adalah sama, karena Allah tidak menciptakan manusia kecuali dalam keadaan merdeka.
Dalam fatwa Anda, Anda menyerukan Letnan al-Sisi, seluruh partai politik, dan seluruh penuntut kebebasan, kemuliaan dan keadilan, agar mereka berada dalam satu komando demi membela kebenaran, mengembalikan Morsi ke jabatan semula, senantaisa menasehatinya, mencari solusi bersama, dan membuat progam riil….bagaimana jika saya beritahu Anda bahwa mereka telah melakukan hal itu selama setahun penuh, namun orang ini (Morsi) tidak mau mendengarkannya?
Bagaimana jika saya beritahu Anda bahwa para penasehatnya yang dia pilih sendiri yang kami percaya akan keilmuan, kesalehan, keikhlasan, dan nasionalismenya, namun mereka meninggalkannya. Hal itu mereka lakukan setelah mengetahui bahwa mereka tidak lebih hanya sebagai dekorasi demokrasi untuk sebuah pemerintahan yang diktator. Dia (Morsi) tidak mau mendengarkan siapapun melainkan kepada jamaah dan murysidnya, padahal mereka tidak pernah menjadi para penasehat yang amanah dan pemberi kebaikan. Mereka membantunya untuk melakukan perkara yang tidak cocok untuk Mesir, baik dari segi agama maupun dunia. Mereka mendorongnya untuk melawan rakyat dengan sokongan dari Jamaah untuk menjalankan seluruh keputusannya sendiri. Hal ini mengakibatkan banyak terjadi pertumpahan darah dan fitnah di muka bumi. Dan bukan berdasarkan hal ini rakyat Mesir dan para revolusioner mengangkatnya menjadi presiden.
Bagaimana jika saya memberitahu Anda bahwa saya telah melakukan hal itu sendiri, namun presiden dan keluarganya hanya memalingkan muka dari saya?!
Kami telah duduk bersama dengan berbagai pihak di masa yang sangat sulit ini. Tidak ada seorang pun yang ragu akan legitimasi presiden. Sangat mungkin dia melakukan rekonsiliasi dengan beberapa kompromi. Akan tetapi, sangat disayangkan, kami tidak melihat pemerintah yang bertanggungjawab, namun kami melihat sekumpulan orang yang berambisi untuk berkuasa, bagaimana pun caranya.
Kami berharap presiden dapat menyelesaikan masa baktinya dan presiden pertama dari kalangan sipil yang dipilih rakyat secara demokratis dapat sukses dalam menjalankan tugasnya. Akan tetapi dia ternyata ngotot untuk melengserkan dirinya sendiri. Hal itu dia lakukan dengan terus tunduk kepada orang yang mengontrolnya, dan terus mengikuti kepada pihak yang sama sekali tidak memiliki legitimasi dan janji setia. Kemudian mereka sekarang mendorong para pengikutnya agar terjerumus kepada huru-hara ini dengan dalih menjaga legitimasi dan syariat Islam.
Sesungguhnya hakekat yang terjadi di Mesir selama setahun lalu adalah bahwa Ikhwanul Muslimin menganggap instansi kepresidenan adalah salah satu cabang dari cabang-cabang yang dimiliki oleh Jamaah. Kami akan terus membayar semua itu dengan darah dan rasa saling benci diantara generasi negeri ini.
Seluruh kata yang Anda tulis akan saya hormati. Saya tahu kebaikan niat Anda. Akan tetapi saya menganggap itu bukan sekedar pendapat politis yang bisa salah dan bisa benar sebagai sebuah pendapat seorang yang bernama Yusuf al-Qardhawi, anak desa dan sekolahan, namun itu adalah fatwa agama yang dikeluarkan oleh seorang imam kemoderatan, Syekh Yusuf al-Qardhawi. Dan karena itulah sangat menyakitkan saya.
Sudah waktunya umat ini untuk menyelami masa-masa sulit, dan membatasi wilayah agama dan wilayah politik. Itu agar kita tahu di mana wilayah para ahli fikih, dan dimana wilayah para politikus.
Terakhir, di dunia ini, sayalah orang yang paling tahu bahwa Anda tidak akan pernah menjual agama demi kenikmatan duniawi. Anda sangat menginginkan kebenaran dan keadilan lebih daripada sekedar membela mazhab dan sebuah ideologi. Hal-hal yang menyelimuti kondisi saat ini sangat banyak dan rumit, namun Anda punya kesibukan ilmiah yang besar.
Wahai ayah, saya tahu bahwa fatwa Anda tersebut demi membela hak rakyat Mesir untuk memilih pemimpin mereka secara bebas, dan tidak diberikan lagi kepada pemimpin militer –dan kami tidak akan pernah memberikannya lagi kepada militer–.
Komentar saya ini adalah sebagai balasan atas kebaikan-kebaikan Anda kepada saya selama ini.
Percayalah kepada saya wahai ayah, seandainya kami praktekkan semua tulisan Anda mengenai umat dan negara, fikih prioritas, fikih realitas, fikih maqasid (tujuan), dan kebebasan sebelum syariat sebagaimana yang telah Anda ajarkan kepada kami, maka saya adalah orang pertama yang mengajak revolusi atas pemimpin yang zalim dan mengkhianati perjanjian. Dia telah menyebarkan rahasia-rahasia negara, dan memasukkan oposisi ke dalam penjara dengan tuduhan telah menghinanya. Dia tidak memberikan kebebasan kepada rakyat, melainkan sebagaimana cara Mubarak: “Berkatalah sesuka hati kalian, dan aku akan bertindak sesuka hatiku.”
Ayah, di alun-alun Rabeah el-Adaweyah sekarang ini adalah ratusan ribu pemuda yang ikhlas dan suci. Mereka adalah kekuatan negara yang sangat dahsyat. Orang-orang yang bekerja demi kepentingan sendiri dan para pembunuh akan mendorong para pemuda itu ke dalam peperangan yang tiada artinya. Bukan perang demi negara. Bukan perang demi agama. Bukan memerangi musuh. Dan bukan perang yang akan melahirkan pemenang. Setiap orang yang masuk ke dalam perang tersebut sejatinya telah kalah. Jutaan orang akan masuk ke neraka jahanam, sebagai harga yang harus dibayar demi mempertahankan kerakusan segelintir orang akan kekuasaan. Kami sangat membutuhkan nasehat yang benar dan logis demi mencegah terjadinya pertumpahan darah yang suci.
Keinginan rakyat yang menjadi faktor penggerak demonstrasi pada 30 Juni hanyalah sebagai kelanjutan dari demonstrasi 25 Januari. Jika sebagian antek Mubarak mengira bahwa kejadian saat ini adalah permulaan kembalinya mereka, maka saya katakan kepada Anda dengan penuh percaya diri bahwa mereka telah salah sangka. Generasi ini akan menentang semua orang zalim. Mereka tidak akan membiarkan revolusinya hilang begitu saja sebelum mencapai cita-citanya, baik orang zalim yang memakai helm baja, topi, atau ikat kepala surban.
Ayah yang saya cintai, Anda telah mendidik kami –anak-anak Anda—berdasarkan prinsip kebebasan dan independensi pemikiran. Saya sangat bangga dengan Anda sebagaimana Anda bangga terhadap kami. Saya tahu bahwa tulisan ini akan membuat para pengikut fanatik membacanya sebagai bentuk kedurhakaan seorang anak kepada orang tuanya. Saya tidak bisa diam saja dengan fatwa yang telah Anda keluarkan. Anda telah membiasakan kami hidup bebas dan independen, dan mewanti-wanti kami berkali-kali dari sikap taklid buta, mengikuti tanpa dalil, serta hanya nurut kepada para pemimpin dan tokoh. Anda juga mengajari kami untuk senantiasa mengatakan yang benar, meskipun tertentangan dengan diri kami, orang tua, dan para kerabat. Anda juga mengajarkan kepada kami agar mengetahui seseorang dengan kebenaran, bukan mengetahui kebenaran dengan berdasarkan ketokohan seseorang.
Keluarga kita berhak untuk bangga karena tidak dididik layaknya kertas lusuh, namun seluruh keluarga menjadi pribadi-pribadi yang independen. Dan ini berbeda dengan kebanyakan keluarga yang mengklaim dirinya liberal atau bebas, yang kami lihat hanyalah ibarat sebuah kertas-kertas karbon yang tak ada bedanya.
Ayah, kata-kata yang saya tulis ini adalah hasil dari yang Anda tanam selama ini. Semua ini asalnya adalah buah pikiran dan kata-kata Anda sendiri, serta sebagian karunia dan buah fikih Anda. Itu merupakan barang Anda yang sangat berharga dan dikembalikan kepada Anda sendiri.
Hanya kepada Allah-lah kami tujukan maksud semua ini. Mesir akan terus jaya untuk dan dengan rakyat Mesir.
Sumber: Mosleminfo; 8 Juli 2013
Keterangan blogger:
Abdul-Rahman Yusuf adalah putra ketiga dari Sheikh Yusuf Qaradawi. Ia memiliki gelar B.A. dan M.A. dalam hukum Islam dan dikenal sebagai seorang sastrawan yang puisi-puisinya berisi kritikan terhadap regim represif Mesir. Ia dikenal sebagai pengagum kelompok Shiah Lebanon, Hezbollah. Ia hadir pada konperensi Hizbollah yang diadakan di Qana tahun 2007 dan menerbitkan kumpulan puisi berjudul "Write the History of the Future" dimana ia memuji-muji kemenangan Hezbollah dan pemimpinnya, Hassan Nasrallah. Karena itulah ia sempat diisukan telah berpindah keyakinan menjadi Shiah, meski hal tersebut dibantahnya.
Sebagian analis politik memperkirakan salah satu faktor yang membuat Yusuf Qardhawi menjadi sangat anti-Shiah akhir-akhir ini adalah karena faktor putra ketiganya ini. [IT/ASS/M Ass]
Bisa dibaca juga di http://www.alalam.ir/news/1492592
Story Code: 280688