QR CodeQR Code

AS dan Gejolak Suriah:

Tahrir Al-Sham; Infanteri Baru AS di Suriah

23 Dec 2024 07:04

Islam Times - Lepas kejatuhan Assad, Damaskus menjadi pusat perhatian lagi yang ditandai dengan kunjungan berbagai diplomat; tak terkecuali Amrika Serikat yang bertemu dengan bos Hayat Tahrir al-Sham (HTS) demi membangun sebuah infanteri baru di negara yang pernah dijuluki sekeping surga di tanah Arab itu, media melaporkan. 


Dilansir dari Alwaght, Asisten Menteri Luar Negeri AS Barbara Leaf, Utusan Khusus Presiden untuk Urusan Penyanderaan Roger D. Carstens, dan Utusan AS untuk Urusan Suriah Daniel Rubenstein pada hari Jumat bertemu dengan al-Jolani. Pertemuan diklaim membahas warga negara Amerika yang hilang di Suriah serta prinsip-prinsip yang disetujui AS dan mitranya dalam Pernyataan Aqaba.

Kunjungan terbaru tersebut dalam konteks perkembangan terkini di Suriah dinilai sebagai perubahan besar dalam kebijakan Washington; dari fokus militer menuju keterlibatan diplomatik langsung. 

Salah satu bukti kecenderungan ini adalah upaya pencabutan sanksi terhadap Suriah, khususnya Undang-Undang Caesar, dan penghapusan HTS dari daftar hitam. Pemerintahan Biden sedang mengevaluasi kemungkinan itu asal HTS mengambil langkah-langkah konkret  menghormati hak asasi manusia dan memastikan partisipasi minoritas dalam pemerintahan baru. Bahkan Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pembatalan hadiah $10 juta yang telah ditawarkan untuk informasi tentang al-Jolani setelah pertemuan delegasi AS dengan pemimpin de facto Suriah.

Meski al-Jolani dan HTS telah masuk dalam daftar teroris Barat selama dekade terakhir, Washington dan sekutunya belum mengambil tindakan khusus apa pun sebagaimana yang mereka lakukan terhadap teroris ISIS. Malahan, pejabat Washington kadang mengadakan pertemuan dengan para pemimpin HTS untuk memperkuat kerja sama dan koordinasi melawan pemerintah pusat di Damaskus. Oleh karena itu, pencabutan label teroris bertujuan membuka pintu kerja sama lebih luas dengan HTS dan memperkuat hubungan dengan pemerintah Suriah di masa mendatang.

Isu penting lain yang menjadi perhatian AS adalah pembentukan pemerintahan inklusif. Untuk itu, Washington telah menguraikan serangkaian prinsip, seperti penghormatan hak-hak kelompok minoritas, komitmen terhadap hukum internasional, dan pengambilan semua tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi warga sipil Suriah, termasuk anggota kelompok minoritas.

Gayung Al-Jolani bersambut. Dalam wawancara terbarunya menekankan bahwa kelompoknya berupaya membentuk pemerintahan nonsektarian inklusif yang mewakili semua komunitas Suriah. Namun, sejarah kerja sama HTS dengan Al-Qaeda dan ideologi ekstremis serta pemahaman agamanya yang berbeda, memicu kekhawatiran bahwa beberapa faksi politik akan dikecualikan dari lingkaran kekuasaan di pemerintahan mendatang.

Hanya saja, pemerintahan inklusif yang diperjuangkan AS dan sekutunya minus memiliki kerangka kerja yang jelas. Misalnya, tidak jelas apakah kaum Alawi, populasi besar yang sebelumnya memegang kekuasaan di Suriah akan diizinkan untuk berperan dalam pemerintahan pasca-Assad. Begitu pula suku Kurdi, yang sangat ingin dilibatkan AS dalam pemerintahan baru dengan cara apa pun. Sementara Presiden Turki mengatakan tidak akan meninggalkan Suriah sendirian dalam perang melawan ISIS dan Kurdi.

Dalam pertemuan pejabat Amerika dengan bos HTS itu, dibahas juga upaya bersama untuk memerangi terorisme termasuk ISIS. Mereka menilai situasi yang tidak stabil di Suriah dapat mengubah negara itu akan menjadi rumah aman bagi Al-Qaeda dan ISIS. 

Di sisi lain, jika HTS dinilai sangat buruk dalam menangani ekspansionisme teritorial Israel di dalam wilayah Suriah, ISIS dapat menggunakan kesempatan ini untuk membangkitkan perasaan kaum nasionalis Suriah dan membuka jalan bagi kebangkitannya kembali. Beberapa pejabat Irak juga telah memperingatkan bahwa ISIS berusaha melakukan reorganisasi dengan peralatan yang telah diperolehnya dari tentara Suriah. 

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menekankan bahwa pihaknya khawatir senjata berbahaya akan jatuh ke tangan kelompok teroris ISIS. Maka AS bermaksud menggunakan sayap militer HTS untuk dua tujuan:
- Pertama, menggunakan kelompok ini untuk menghadapi ISIS, yang dapat menimbulkan ancaman serius bagi kepentingan Barat
- Kedua, memperoleh jaminan dari para penguasa baru Suriah bahwa pemerintahan mendatang tidak akan menimbulkan ancaman apa pun bagi Israel. 

Sederhananya, melalui kontak diplomatik dengan HTS, Amerika berusaha menyelaraskan kelompok ini dengan kebijakan mereka dan mendirikan pemerintahan boneka yang bertindak sebagai infanteri Washington dan penjaga kepentingan Barat dan Tel Aviv di wilayah tersebut.

Jadi kunjungan pejabat AS ke Damaskus merupakan bagian dari upaya mengatasi krisis dan membentuk lanskap politik masa depan  yang dapat melindungi kepentingan mereka dan kepentingan sekutu mereka.[IT/AR]


Story Code: 1179874

News Link :
https://www.islamtimes.com/id/news/1179874/tahrir-al-sham-infanteri-baru-as-di-suriah

Islam Times
  https://www.islamtimes.com