Eropa - AS:
Borrell: Masa Depan UE 'Dalam Bahaya'
26 Nov 2024 10:43
IslamTimes - Blok tersebut tidak dapat lagi mengandalkan AS untuk pertahanannya, diplomat tertinggi AS memperingatkan
Masa depan UE dipertaruhkan karena menghadapi banyak krisis pada saat yang sama, diplomat tertinggi blok tersebut, Josep Borrell, mengatakan pada hari Senin (25/11). Ia menambahkan bahwa UE tidak dapat lagi mengandalkan AS untuk pertahanannya.
Borrell melukiskan gambaran yang mengkhawatirkan tentang keadaan dunia untuk menandai peluncuran kumpulan pidato dan esainya yang berjudul 'Eropa di Busur Api.'
Ia mencantumkan konflik di Ukraina, Gaza, dan Afrika di antara isu-isu utama yang mengancam keamanan global.
“Peristiwa yang harus kita hadapi selama beberapa bulan terakhir – sayangnya – telah mengonfirmasi diagnosis yang dibuat sebelumnya: Eropa dalam bahaya,” tulis Borrell di situs web kantornya.
“Lingkungan geopolitik kita memburuk, dan konflik serta krisis berlipat ganda di depan pintu kita. Dari Ukraina ke Timur Tengah, melalui Kaukasus Selatan, Tanduk Afrika atau Sahel,” tambahnya.
“Semua ini terjadi dengan latar belakang di mana komitmen AS di masa depan terhadap keamanan Eropa menjadi jauh lebih tidak pasti.” Diplomat itu berpendapat bahwa komitmen Washington “untuk keamanan Eropa secara keseluruhan menjadi lebih tidak pasti untuk masa depan,” mengingat terpilihnya kembali Donald Trump.
“Kesejahteraan dan masa depan kita tidak dapat terus bergantung pada suasana hati pemilih AS di Midwest setiap empat tahun,” tulis Borrell, mendesak negara-negara anggota blok itu untuk meningkatkan pertahanan mereka sendiri.
Dia lebih lanjut menyatakan bahwa ada “risiko serius” bahwa konflik Ukraina “dapat membantu memperkuat koalisi ‘yang lain melawan Barat.’”
Dia menunjuk ke pertemuan puncak BRICS bulan lalu di Kazan, Rusia, dan menekankan bahwa koalisi semacam itu juga dapat “terwujud” di Sahel, dengan pasukan penjaga perdamaian PBB meninggalkan Mali pada akhir tahun 2023.
BRICS didirikan pada tahun 2006 oleh Rusia, India, Tiongkok, Brasil, dan Afrika Selatan. Para anggota kelompok tersebut menolak untuk menjatuhkan sanksi kepada Moskow atas konfliknya dengan Kiev dan terus mengadvokasi penyelesaian diplomatik atas krisis tersebut.
Rusia dan China telah memperdalam hubungan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir, menggambarkan hubungan mereka sebagai "kemitraan strategis". Kedua negara adikuasa nuklir tersebut juga menentang "unilateralisme" aliansi NATO yang dipimpin AS dan mengatakan bahwa mereka ingin berpartisipasi dalam pembentukan model hubungan internasional yang lebih adil.[IT/r]
Story Code: 1174876