QR CodeQR Code

Nasib Pakta Keamanan AS-Saudi-Israel

5 Jun 2024 07:51

Islam Times - Dalam sebuah artikel yang dimuat Noura News, pakta keamanan tiga negara AS-Saudi-Israel terancam gagal di era kepemimpinan Benjamin Netanyahu karena perwujudannya bak buah simalakama.


Saat ini, rezim Zionis harus menghadapi kondisi yang tidak dapat dibayangkan oleh siapa pun sebelum operasi 7 Oktober Hamas. Bak ditelenjangi, Tel Avivterlihat lebih rentan dari sebelumnya. 

Setahun yang lalu, jika sebuah media mengklaim bahwa Hamas akan menyerang wilayah pendudukan dan menangkap puluhan warga Israel, Hizbullah akan bersitegang dengan Zionis selama berbulan-bulan di perbatasan utara Palestina yang diduduki, gerakan Ansarullah Yaman akan menyerang kapal-kapal AS, Israel, dan sekutunya, warga Amerika dan Eropa akan bangkit membela Palestina dan menyeru pemerintah mereka untuk memutuskan hubungan dengan Israel, warga Eropa akan berbaris untuk mengakui Negara Palestina yang merdeka, dan unjuk rasa di wilayah pendudukan menuntut kesepakatan dengan Hamas, hanya segelintir orang yang menganggap skenario ini masuk akal. Namun, "mimpi" bagi Palestina dan "mimpi buruk" bagi Israel ini telah menjadi kenyataan.

Dalam delapan bulan terakhir, rezim Zionis telah menghancurkan sisa kredibilitas internasional miliknya. Rezim pembunuh ini menuai kecaman dari opini publik global dan dakwaan pengadilan internasional. Dan yang lebih berat,  hancurnya mitos "pencegahan" yang menjadi penjamin utama keamanan Zionis selama ini. Sebagai sekutu dekat, AS berupaya mengembalikan sebagian keamanan yang hilang ini lewat pakta-pakta baru di Timur Tengah; pakta keamanan Washington, Tel Aviv, dan Riyadh.


Kenapa Arab Saudi?
Sejak era Franklin D. Roosevelt, Arab Saudi menjadi kepentingan vital bagi AS di Timur Tengah. Pasca-Perang Dunia II, Washington berupaya mempertahankan negara strategis ini melalui dukungan militer kepada Saudi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Saudi menunjukkan bahwa mereka paham kondisi Amerika yang tengah merosot dan dunia yang sedang beralih dari unipolaritas. Dalam tatanan baru yang muncul, Saudi tidak hanya condong ke negara-negara regional tapi juga ke Tiongkok dan Rusia.

Kedekatan Saudi dengan negara-negara lain ini ibarat petir di siang bolong bagi Israel, sekutu utama AS, karena rezim itu kini terpuruk dalam kubangan ciptaan sendiri. Maka Amerika berusaha keras merayu kembali Arab Saudi, dan mengulur waktu demi kelangsungan hidup Israel. Apalagi pemilihan presiden AS semakin dekat. Keberhasilan dalam hal ini dapat menjadi kartu as bagi Joe Biden.


Tujuan AS
AS ingin memperkuat pijakan di Timur Tengah dengan membangun hubungan damai antara Tel Aviv dan Riyadh. Mengekang hubungan Arab Saudi yang semakin erat dengan Tiongkok dan Rusia, terutama di bidang-bidang seperti telekomunikasi dan teknologi militer, AS berupaya mempertahankan dominasi dolar AS dalam perdagangan minyak global dan melawan pengaruh Tiongkok di Teluk Persia. Washington juga mengupayakan kerja sama Saudi dalam menstabilkan harga minyak, yang dapat memengaruhi ekonomi global dan biaya energi domestik AS, terutama menjelang pemilu presiden 2024.


Kepentingan Arab Saudi
Sebelum serangan rezim Zionis di Gaza, Arab Saudi mengupayakan pakta pertahanan bersama dengan AS, yang mencakup komitmen untuk saling membela jika terjadi serangan, mirip pakta NATO. Riyadh juga tertarik untuk memperoleh teknologi militer AS yang canggih, termasuk jet tempur F-35, pesawat nirawak MQ-9 Reaper, dan amunisi berpemandu presisi, seperti apa yang dijanjikan AS kepada UEA sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi dengan Israel. Sebagai bagian dari perjanjian ini, Arab Saudi sedang mengejar program nuklir sipil. Harga perjanjian ini sebelum perang Gaza adalah pengakuan Saudi atas Israel. Tapi hari ini, delapan bulan setelah perang yang menyebabkan kematian lebih dari 36.000 warga Palestina, tidak jelas berapa harga yang harus dibayar oleh negara-negara yang berjabat tangan dan membuat perjanjian dengan Tel Aviv.

Juga tidak jelas apakah jaminan pertahanan AS untuk Arab Saudi akan dimasukkan dalam perjanjian yang memerlukan persetujuan Kongres. Perjanjian kerja sama nuklir mungkin juga menghadapi pertentangan di Kongres, di mana banyak anggota parlemen mengecam Riyadh atas intervensi di Yaman, volatilitas harga minyak, dan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018. Namun, tampaknya jika Israel menjadi bagian dari perjanjian yang akan datang, Biden dapat memperoleh persetujuan Kongres dan Senat.

Matthew Miller, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, mengatakan bahwa komponen pakta keamanan akan mencakup elemen-elemen saling terkait seperti normalisasi dengan Israel dan jalan menuju pembentukan negara Palestina. "Tidak ada yang maju tanpa yang lain," katanya.


Apa yang akan dilakukan Israel?
Normalisasi dengan Arab Saudi akan memberi keuntungan politik dan ekonomi pada Israel, juga membuka jalan bagi penerimaan Israel yang lebih luas di dunia Muslim. Namun, pemerintah Zionis sayap kanan enggan memberi konsesi signifikan pada Palestina, yang dituntut Arab Saudi sebagai bagian dari perjanjian apa pun.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak menunjukkan keinginan untuk mendukung solusi dua negara. Selain itu, koalisi yang membawanya kembali ke tampuk kekuasaan mencakup elemen-elemen sayap kanan yang sangat menentang pemberian konsesi kepada Palestina dan malah bermimpi mencaplok Tepi Barat dan Gaza ke wilayah-wilayah yang diduduki.

Oleh karena itu, Netanyahu terus-menerus menghadapi ancaman bahwa mitra-mitra koalisinya akan hengkang dan pemerintahannya akan runtuh, sehingga tidak praktis baginya menawarkan konsesi-konsesi yang berarti pada Palestina. Maka tidak mungkin nasib pakta keamanan Israel-Saudi, yang juga melibatkan Amerika Serikat, akan diputuskan selama masa jabatan Netanyahu. Terutama karena ia bahkan tidak memiliki rencana jelas gencatan senjata di Jalur Gaza. Biden akan mencari peluang yang lebih memungkinkan dan kartu yang lebih baik untuk dimainkan dalam pemilu mendatang.[IT/AR]


Story Code: 1139745

News Link :
https://www.islamtimes.com/id/news/1139745/nasib-pakta-keamanan-as-saudi-israel

Islam Times
  https://www.islamtimes.com