QR CodeQR Code

Persaingan dan Konflik Dua Putra Mahkota Bani Saud

30 Oct 2015 05:29

Islam Times - Kasus pecopotan pangeran Muqrin bin Abdulaziz al-Saud menunjukkan bahwa posisi wakil putra mahkota menempatkan dirinya dalam kondisi bahaya, dan membantu memperjelas alasan mengapa Mohammed bin Salman terus memperkuat posisinya.


Gemuruh persaingan kekuasaan dan konflik menyeruak diantara dua pangeran gagah perkasa Bani Saud di saat istana menghadapai tantangan terbesar dalam abad 21. Intervensi berdarah-darah di Yaman, di Suriah, Irak dan Indonesia adalah beberapa badai yang mereka ciptakan, disusul turunnya harga minyak dan melonjaknya kekerasan kelompok-kelompok Takfiri binaan mereka.

Ini semua bermula dari sembilan bulan lalu, ketika Raja Salman diangkat  menggantikan raja Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud yang tewas.

Tak cukup sampai di situ, penguasa kerajaan juga menghadapi kritik tajam dunia internasional atas tragedi Mina bulan lalu yang menurut pejabat asing, menewaskan lebih dari 2.200 orang dalam aksi injak-injak.

Belum lagi soal kekhawatiran rebutan kekuasaan. Salman yang berumur 79 tahun, dengan tubuh renta, diterpa berbagai macam jenis penyakit kronis. Sementara di sisi lain di pusaran kekuasaan, ada dua ahli waris yang siap bersaing untuk menduduki tahta jika Salman mati.

Putra Mahkota Mohammed bin Nayef, 56 tahun, keponakan raja, berada di baris pertama yang akan mencicipi legitnya takhta. Sedang Mohammed bin Salman,  30 tahun, anak raja yang ditunjuk sebagai Wakil Putra Mahkota juga sedang menghimpun kekuatan saat ini.

Menurut ahli Timur Tengah, persaingan Mohammed bin Nayef yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, dan Mohammed bin Salman yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan, sangat tajam.

"Persaingan keduanya bahkan sampai mengganggu kebijakan luar negeri dan internal", kata Frederic Wehrey, analis Timur Tengah dan Pakar Politik Teluk di Washington.

Menurut Wehrey, intervensi Saudi di Yaman telah melenceng jauh dari rencana awal yaitu reformasi dan mengembalikan kekuasaan Abd Rabbuh Mansur Hadi.

Ketegangan dan persaingan antara kedua pangeran itu bermula ketika terjadi ledakan peristiwa penghapusan posisi Muqrin bin Abdulaziz al-Saud oleh Salman, yang saat itu ditunjuk oleh Raja Abdullah sebagai Deputi Putera Mahkota dan menjadikannya sebagai orang kedua dalam garis suksesi setelah saudaranya, Salman. Diganti oleh Mohammed bin Nayef yang ditunjuk oleh pamannya, raja Salman.

Sejak saat itu, pangeran muda, Mohammed bin Salman menduduki posisi Deputi Putra Mahkota yang ditunjuk oleh ayahnya sendiri.

"Kebanyakan orang melihat hal ini sebagai semacam kudeta ... dan itu merupakan salah satu faksi untuk mengambil kekuasaan demi dirinya sendiri," kata Stephane Lacroix, pakar Arab Saudi di Universitas Sciences Po di Paris.

Kasus pecopotan pangeran Muqrin bin Abdulaziz al-Saud menunjukkan bahwa posisi wakil putra mahkota, menempatkan dirinya dalam kondisi bahaya, dan membantu memperjelas alasan mengapa Mohammed bin Salman terus memperkuat posisinya.

Tidak merasa cukup menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Mohammed bin Salman juga mengangkangi beberapa jabatan strategis lain, termasuk sebagai Wakil Perdana Menteri Kedua, Ketua Mahkamah Kerajaan, Penasehat Khusus Pelayan Dua Tanah Suci dan mengawasi langsung badan usaha negara Saudi Aramco, perusahaan minyak negara sebagai eksportir minyak terbesar di dunia.

"Mohammed bin Salman jelas-jelas menghimpun kekuatan yang luar biasa, dan pengaruh yang sangat cepat. Ini jelas akan mengganggu ketenangan para pesaingnya," tambah Wehrey.

Mohammed bin Salman, harus memenuhi kebutuhan ini untuk menguatkan posisinya karena ia tidak mempunyai jaminan tentang bagaimana ambisi Mohammed bin Nayef ketika menjabat sebagai raja, dan bagaimana Mohammed bin Nayef akan memperlakukan dirinya.

Dengan posisi dan jabatan berlimpah dan kuat, ditambah kedekatan hubungan dengan ayahnya, Mohammed bin Salman bertindak seolah-olah dirinya adalah ahli waris yang jelas. Ini jelas-jelas meningkatkan ketegangan.

Pendongkelan posisi Saad al-Jabiri sebagai Menteri Negara dan Anggota Kabinet oleh Salman pada bulan September terkait erat dengan Mohammed bin Nayef yang merupakan salah satu indikasi dimulainya pergumulan kekuasaan dalam istana.

Namun sejauh ini belum ada langkah-langkah dan pergerakan lebih luas yang dilakukan Menteri Dalam Negeri, yang relatif masih dihormati di luar negeri karena diyakini sedang memimpin upaya melawan al-Qaeda dan kelompok jihad lainnya.

"Dia dihormati. Dia adalah satu orang yang dipercayai Barat, terutama soal isu kontra-terorisme. Saya pikir mereka akan menembak kaki mereka sendiri jika sampai menurunkan Mohammed bin Nayef dari posisinya," kata analis politik.

Saat ini Putra Mahkota mempunyai pasukan loyal di Kementerian Dalam Negeri, bahkan sebagian besar anggota keluarga kerajaan akan mendukung dirinya sebagai Raja, dan itu dipandang sebagai sesuatu yang normal.

Faksi kuat pimpinan Mohammed bin Salman bisa  bergerak kapan saja untuk melawan saat Tragedi Mina terjadi, sementara kepolisian berada di bawah komando Putra Mahkota dan bertanggung jawab atas keamanan haji. Maka tragedi injak-injak di Mina, merupakan momen tepat untuk mendongkel Mohammed bin Nayef sebab bisa dijadikan sebagai alasan dan kambing hitam.

Sejauh ini, AS masih mendukung Mohammed bin Nayef yang dianggap berjasa menjaga kepentingan Barat dalam isu kontra terorisme. Selain itu, Muhammad bin Nayef pernah menghabiskan umurnya di Amerika Serikat, mengikuti pelatihan di Lewis & Clark College dan kursus keamanan FBI tahun 1985-1988 yang dilatih di unit anti-terorisme Scotland Yard tahun 1992-1994.

Di sisi lain persaingan, di dalam keluarga kerajaan diam-diam muncul sentimen dan rasa tidak senang mengenai penanganan Mohammed bin Salman dalam serangan Saudi di Yaman. Sebagai Menteri Pertahanan, Mohammed bin Salman menjadi komandan terkemuka Operasi Badai Yang Menentukan, sebuah operasi militer besar pertama Arab Saudi pada abad ke-21 terhadap warga sipil Yaman.

Beberapa analis poltik berpendapat, operasi di Yaman, sepenuhnya semata-mata dimanfaatkan untuk menopang profil menteri pertahanan, meski Putra Mahkota juga menjadi komandan operasi berdarah-darah itu.

Perang yang dikobarkan di Yaman dengan biaya yang masih belum terungkap nominalnya, pembiayaan tak terhingga kepada kelompok-kelompok Takfiri di Suriah, Irak, dan termasuk Indonesia dengan membentuk unit-unit rekrument atas nama Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS), defisit anggaran, penerbitan obligasi dan turunnya harga minyak, adalah ancaman-ancaman nyata yang akan memperpendek umur kerajaan Bani Saud.

Untuk saat ini, pendukung kerajaan Bani Saud al-Wahabi masih boleh tersenyum, tetapi, dalam jangka relatif pendek, persaingan dan gejolak hebat yang muncul dari dalam perut istana, mau tidak mau, suka atau tidak suka, akan segera meledak dan melahirkan puing-puing kerajaan properti pribadi Bani al-Saud. [IT/Onh/Ass]


Story Code: 494541

News Link :
https://www.islamtimes.com/id/article/494541/persaingan-dan-konflik-dua-putra-mahkota-bani-saud

Islam Times
  https://www.islamtimes.com