Makna Gencatan Senjata di Lebanon; Apakah Kemenangan Israel?
27 Nov 2024 20:59
Islam Times - Gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel pada November 2024 menandai fase baru dalam konflik yang telah berlangsung selama lebih dari satu tahun. Namun, keputusan ini membuka pertanyaan mendalam mengenai alasan strategis di baliknya dan implikasi terhadap kedua belah pihak. Apakah ini kemenangan diplomasi atau sekadar manuver untuk menghindari kekalahan yang lebih besar?
Latar Belakang Konflik
Konflik ini dimulai dengan eskalasi ketegangan di perbatasan utara Israel yang berujung pada perang terbuka selama 56 hari. Israel awalnya menyatakan tujuan utamanya adalah:
1. Mengembalikan keamanan di wilayah utara Israel.
2. Mengakhiri serangan roket Hizbullah.
3. Memulihkan stabilitas dengan mengembalikan penduduk yang mengungsi.
Namun, meskipun Israel melancarkan serangan udara, darat, dan operasi khusus secara intensif, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tujuan tersebut tidak tercapai. Bahkan, Hizbullah justru meningkatkan serangan, termasuk ke kota-kota strategis seperti Tel Aviv dan Haifa, yang mempermalukan klaim Israel sebagai kekuatan dominan.
Isi dan Ketentuan Gencatan Senjata
Gencatan senjata ini memiliki sejumlah elemen penting:
1. Penghentian perang selama dua bulan. Kedua belah pihak sepakat menghentikan semua aktivitas militer, dengan kemungkinan perpanjangan setelah evaluasi.
2. Pengamanan perbatasan oleh tentara Lebanon. Sebanyak 5.000 personel militer Lebanon akan dikerahkan di perbatasan untuk memastikan stabilitas di wilayah tersebut.
3. Zona militer di Lebanon Selatan. Israel mengklaim bahwa wilayah yang dihancurkan selama konflik akan dijadikan zona militer, melarang segala upaya rekonstruksi.
4. Tanggapan keras terhadap pelanggaran. Israel menetapkan bahwa setiap pelanggaran oleh Hizbullah akan direspons dengan serangan ke infrastruktur vital Lebanon.
Namun, skeptisisme muncul dari pihak Hizbullah yang menyatakan bahwa Israel memiliki rekam jejak buruk dalam menghormati perjanjian internasional.
Kemenangan atau Kegagalan?
Israel menghadapi dilema besar selama konflik ini. Di satu sisi, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan dari kelompok sayap kanan ekstrem dalam kabinetnya, seperti Partai Zionisme Religius yang dipimpin Bezalel Smotrich. Di sisi lain, kegagalan militer Israel memperlihatkan ketidakmampuannya mencapai target strategis:
1. Ketidakmampuan Mengatasi Hizbullah
Israel melaporkan bahwa 80% kapasitas militer Hizbullah telah dihancurkan, tetapi fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Hizbullah terus meluncurkan roket dalam jumlah besar—lebih dari 200 roket dalam satu hari pada puncak konflik—yang membuat separuh populasi Israel berlindung di bunker.
2. Kegagalan Operasi Darat
Operasi darat Israel hanya berhasil mencapai beberapa wilayah terbatas di Lebanon Selatan. Namun, upaya ini tidak menghasilkan perubahan signifikan dalam dinamika konflik, karena Hizbullah mampu mempertahankan posisinya di wilayah strategis perbatasan.
3. Krisis Internal dan Tekanan Politik
Tekanan dari partai-partai ekstremis hampir menggagalkan gencatan senjata ini. Namun, intervensi partai moderat, seperti Partai Harapan Baru yang dipimpin Gideon Saar, membantu Netanyahu mencapai kompromi dalam kabinetnya.
Tantangan dan Keberhasilan
Di sisi lain, Hizbullah berhasil menunjukkan kekuatannya sebagai aktor resistensi yang tangguh:
1. Pemulihan Komando dan Struktur Militer
Meskipun kehilangan beberapa tokoh penting, termasuk komandan senior, Hizbullah mampu memulihkan struktur kepemimpinannya dengan cepat. Ini memungkinkan mereka melanjutkan serangan intensif, termasuk operasi drone presisi tinggi yang memukul infrastruktur Israel.
2. Meningkatkan Intensitas Serangan
Hizbullah menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan volume dan jangkauan serangan, mengancam kota-kota besar Israel. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa klaim Israel tentang penghancuran kapasitas Hizbullah tidak sepenuhnya akurat.
3. Mengubah Narasi Strategis
Dengan bertahan selama lebih dari 14 bulan, Hizbullah berhasil mengubah narasi konflik. Alih-alih terlihat sebagai kelompok yang defensif, Hizbullah kini dipandang sebagai ancaman strategis utama yang mampu menantang supremasi militer Israel.
Implikasi Jangka Panjang
Keputusan untuk mengakhiri konflik melalui gencatan senjata memiliki implikasi besar:
1. Bagi Israel:
Kerentanan Strategis: Gagal mencapai tujuan melalui kekuatan militer menunjukkan bahwa Israel tidak lagi memiliki dominasi mutlak di kawasan ini.
Dampak Politik Internal: Netanyahu menghadapi tantangan besar dari koalisinya sendiri, yang memperlemah posisinya di pemerintahan.
2. Bagi Hizbullah:
Legitimasi Regional: Keberhasilan mempertahankan posisi melawan Israel meningkatkan legitimasi Hizbullah di dunia Arab dan Islam.
Waktu untuk Konsolidasi: Gencatan senjata memberi Hizbullah waktu untuk memperkuat persenjataan dan strategi baru guna menghadapi tantangan di masa depan.
Antara Diplomasi dan Realitas Konflik
Gencatan senjata ini bukanlah kemenangan mutlak bagi kedua belah pihak. Israel dipaksa menerima bahwa operasi militernya tidak efektif, sementara Hizbullah menunjukkan bahwa mereka mampu bertahan dan bahkan menyerang balik dengan signifikan.
Namun, kesepakatan ini lebih mencerminkan kebutuhan pragmatis kedua belah pihak untuk meredakan ketegangan sementara, sambil mempersiapkan strategi baru. Dalam konteks ini, gencatan senjata adalah jeda sementara dalam konflik yang jauh dari selesai. Kedua belah pihak kini berada dalam fase konsolidasi, dengan pertanyaan besar tetap menggantung: apakah perdamaian sejati dapat dicapai, ataukah konflik ini hanya akan berlanjut dalam bentuk baru?[IT/MT]
Story Code: 1175192